KEPULAUAN MENTAWAI (KabaSurau) : Dalam pelaksanaan khitanan massal di kecamatan Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, pada 10 sampai 11 Januari 2021 lalu, terdapat cerita unik di sudut kegiatan, yakni anak dari dusun Sirisurak, Desa Saibisamukob, Kecamatan Siberut Tengah, bernama Dodong. Ia berusia 11 tahun, ikut menjadi peserta khitanan massal. tidak hanya itu, ayah dan kedua kakaknya juga menjadi peserta khitanan masal, serta satu orang adiknya.
Perjalanan dari dusun Sirisurak menuju desa Maileppet tempat khitanan massal dilaksanakan, membutuhkan waktu 5 sampai 7 jam menggunakan speed boat yang berkapasitas 35 orang. Juga bisa menggunakan pompong, yakni perahu kecil dengan satu mesin, biasa digunakan masyarakat mentawai sebagai moda transportasi air dalam keseharian.
Dalam rombongan, terlihat Dodong menyandang parang di punggungnya sejak dari dusun. Tidak seperti anak-anak lainnya, berpikir membawa pakaian dan perlengkapan untuk khitanan, Dodong menambahkan parang dalam bawaannya. Rombongan ini berjumlah 61 orang, terdiri dari dewasa dan anak-anak, datang menggunakan satu boat dengan semangat yang kuat. Sebab dalam perjalanan nyawa menjadi taruhan, karena kelebihan kapasitas boat yang mereka tumpangi, yakni kapasitas 35 orang diisi sampai 61 penumpang dalam mengarungi sungai dan lautan.
Dalam sesi wawancara eksklusif bersama dodong dan keluarganya, didapati alasan kenapa Dodong membawa parang. Ia menceritakan dalam bahasa Mentawai yang diterjemahkan bapak Mijan juga seorang mualaf dan mantan pendeta, dalam kegiatan ini bertugas sebagai pendamping rombongan.
“Jika disunat itu sakit, saya akan sunat juga bapak dokter atau saya bunuh”, ungkapnya dalam bahasa Mentawai sambil tertawa.
Tentunya ini hanya guyonan, dijelaskan bapak Mijan, Dodong membawa parang dalam kegiatan ini bertujuan untuk berjaga-jaga jika ada salah satu keluarganya sakit. Sebab ia akan mencari rerumputan atau dedaunan dengan parangnya sabagai sarana penyembuhan tradisional.
“Keluarga Dodong meyakini obat dari alam lebih efektif dari pada obat kimia”, terang Mijan saat menerjemahkan perkataan Dodong.
Keluarga dodong merupakan salah satu keluarga muallaf yang masuk islam tahun 2019. Ayah Dodong mengaku, ia masuk islam tanpa ada paksaan. Dalam wawancara eksklusif tersebut, dikatakan ia tidak diajak pak Mijan selaku tokoh di Sirisurak, melainkan panggilan hati.
Ayah 8 anak ini memiliki harapan untuk dipermudah dalam membuat buku nikah, sebab kebanyakan para mualaf di Kepulauan Mentawai tidak memiliki buku nikah. Karena buku nikah ini diperlukan dalam syarat administrasi pembuatan kartu keluarga (KK). Kemudian KK sangat dibutuhkan untuk kelanjutan pendidikan formal bagi anak-anaknya.
Selain itu, harapan lain dari para mualaf disampaikan Mijan, untuk memperhatikan para mualaf terutama dalam pembinaan beribadah.
“Perlu diketahui untuk pembinaan kepada mualaf sangat penting ketimbang pengislamannya, pengislamannya cukup bersyahadat selesai. Tetapi pembinaannya dilapangan untuk anak-anak dan bapak-bapak ini sangat penting,” tutup Mijan. (Sy)