Saudaraku sekalian…
Mudah menerima nasihat adalah kenikmatan yang besar bagi seorang muslim, dengan demikian hatinya akan merasa haus dengan yang namanya ilmu, dan senantiasa lapang dadanya menerima dalil.
Adapun Seorang muslim ketika ia mendengar sebuah nasihat, ia ibarat seseorang yang tengah berada di gurun pasir kemudian menemukan sebuah telaga air, yang dengannya ia akan menghilangkan haus.
Adapun orang yang masih belum bisa menerima nasihat, ia seakan tengah berada di dalam sebuah ruangan sempit, yang secara perlahan ruangan tersebut akan menghimpit badannya, hingga membuat dadanya menjadi sesak.
PENYEBAB SULITNYA MENERIMA NASIHAT.
Kita hendaknya menyadari bahwasannya keadaan yang seperti ini, yaitu sulit menerima nasihat adalah karena kerasnya hati, yang sepatutnya kita berusaha untuk mengobatinya.
Hal ini disampaikan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah, beliau berkata :
“Banyak bicara pada perkara yang tidak dibutuhkan akan menyebabkan kerasnya hati.”1
Setelah mengetahui apa penyebab kerasnya hati, maka kita mulai menemukan titik terang darimana akan mulai memperbaiki diri. Karena selama pintu keburukan tadi belum ditutup, kita akan mudah kembali kedalam keburukan tersebut.
ADAB DALAM MENASIHATI
Namun terkadang, ada hal yang luput dari si pemberi nasihat, ia melupakan bagaimana adab dalam menasihati, kita semua sepakat bahwasannya niat yang baik juga harus diiringi dengan cara yang baik.
Bukanlah sebuah adab yang baik, ketika engkau menyakiti perasaan seseorang kemudian berdalih, “Aku Hanya Terus Terang.”
Namun renungilah sebuah nasihat yang diampaikan oleh Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, beliau berkata :
“Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri. Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian. Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu Pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya. Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku. Maka janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti.”2
Dengan demikian, hendaknya si pemberi nasihat dan yang menerima nasihat saling memiliki kelapangan hati.
Pemberi nasihat hendaknya menyadari bahwasannya hidayah adalah murni pemberian Allah, dan janganlah sampai ia mencela dan sakit hati jika nasihatnya tidak diterima.
Adapun yang menerima nasihat, hendaknya ia juga menyadari bahwasannya nasihat adalah bukti tanda cinta, bersyukurlah kamu selagi masih ada yang mengingatkanmu. Karena dilupakan jauh lebih berbahaya daripada diingatkan.
=========
Dirangkum dan ditulis ulang oleh Muhammad Reza Pahlevi
Rujukan :
- Jami’ul Ulum wal Hikam 1/339
- Diwan Imam Syafi’i halaman 56