“Guru pun Butuh Bimbingan”
Kalau kita menyebutkan nama guru maka yang terbesit dipikiran Kita adalah guru mata pelajaran umum baik di SD dan yang lainnya. Itu juga mencakup guru diniyah dan agama. Kenapa guru harus butuh bimbingan ?
Karena mereka juga manusia biasa, oleh sebab itu Para nabi dan Rasul sekalipun yang merupakan manusia terbaik dan istimewa tetap membutuhkan bimbingan, yaitu bimbingan langsung dari Allah. Manusia biasa itu mempunyai ciri-ciri yaitu ilmu nya terbatas dan memiliki nafsu. Dalam surah yusuf ayat 76 :
وَفَوْقَ كُلِّ ذِيْ عِلْمٍ عَلِيْمٌ – ٧٦
Dan di atas setiap orang yang berpengetahuan ada yang lebih mengetahui. (surah yusuf 76)
Setinggi apapun ilmu kita pasti ada yang lebih tinggi lagi. Bahkan salah satu ciri guru yang baik adalah yang mau belajar dari 3 tingkatan, yaitu belajar dengan yang diatasnya, dan setara dengan di bawahnya. Disebutkan beberapa kitab di ‘ulumul hadist, yaitu :
لَا يُنْبَلُ حَتَّى عَنْ مَنْ فَوْقَهُ وَعَنْ مَنْ مِثْلَهُ وَعَنْ مَنْ دُونَهُ.
Kemarin kami mendapat kiriman pemandangan atau foto dari salah seorang, dimana pemandangan tersebut membuat kita semua malu, yang di dalamnya ada seorang ulama besar, yaitu Syekh Abdul Aziz Arrajihi hafizhohullah ta’ala. Beliau merupakan salah satu murid senior Syekh bin baz rahimahullah, beliau berumur diatas 85 tahun dan terlihat beliau hadir didalam majelis ulama lain yang masih muda umurnya dan keilmuannya, beliau adalah Syaikh Sholeh bin Abdillah Al ‘Ushoimi hafidzhohullah ta’la.
Setinggi apapun ilmu yang kita punya, kita masih membutuhkan bimbingan ilmu. Meskipun kita mempelajarinya di majelis ilmu yang lebih muda dari kita, apakah itu muda ilmunya dari kita ataupun muda dari usia kita.
Manusia itu memilki ciri-ciri memiliki nafsu, sehingga guru pun butuh motivasi. Sangat mungkin terjadi perubahan pada niat dan sangat mungkin terjadi perubahan motivasi.
Guru-guru juga membutuhkan bimbingan.
Apa nya yang dibimbing?!
Bimbingan Guru meliputi 2 hal yang Pokok : bimbingan Aqidah dan bimbingan akhlaq.
Bimbingan aqidah terbagi menjadi 3 bagian :
1. Yang pertama sekali harus ikhlas lillahi ta’ala. Kita sebagai guru haruslah selalu meniatkan dan menjaga keikhlasan kita kepada Allah. Sebelum menasehati murid-murid kita, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ فَبِهُدٰىهُمُ اقْتَدِهْۗ قُلْ لَّآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًاۗ اِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٰى لِلْعٰلَمِيْنَ ࣖ – ٩٠
Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta imbalan kepadamu dalam menyampaikan (Al-Qur’an).” Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk (segala umat) seluruh alam. (Al an’am: 90)
Dengan demikian, apa tugas nya para nabi rasul ? kita bisa mengambil kesimpulan tugas mereka yakninya mengajarkan ilmu.
Begitu juga para Guru Dan ustadz, jadi ayat ini mengingatkan kita kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam dan para pengajar, adapun kita saat ini mengajar para santri untuk apa ?
Adapun gaji merupakan suatu kabar gembira yang Allah ta’ala segerakan. Gaji bukan menjadi tujuan utama kita sebagai guru. Karena sangat rendah dan hina kalau sekiranya tujuan utama kita adalah gaji bulanan. Dan tidak kita pungkiri bahwasanya kita butuh uang untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga. Tapi, perlu Kita tanamkan di dalam hati bahwasanya kita melakukan itu semua untuk sesuatu yang lebih besar dari itu, yaitu surga Allah Subhanahu wa ta’ala.
2. Yang kedua, yaitu tawakal kepada Allah dengan menggabungkan antara usaha dan do’a. Guru yang bertawakal adalah seorang guru yang menggabungkan antara usaha dan do’anya. Dan guru yang bertawakal adalah guru yang Benar-benar mempersiapkan Diri untuk mengajar dengan sebaik-baiknya.
Guru yang bertawakkal bukan guru yang asal-asalan , akan tetapi guru yang berusaha bagaimana cara agar bisa memahamkan santri-santrinya. Kalau santri-santrinya tidak paham dengan metode yang saat ini diajarkan, maka seorang guru hendaknya mempersiapkan metode-metode alternatif yang lainnya.
Sebagai contoh, misalkan kita seorang guru tahfidz, dari awal mengajar hafalan kita biasa-biasa saja, namun berselang 5 tahun mengajar, hafalan kita masih begitu-begitu saja, sama sekali tidak ada perubahan, maka hal seperti ini tidak bertawakal namanya.
Dan contoh yang lainnya, diawal mengajar kita memiliki hafalan sebanyak 5 juz, sampai bertahun-tahun mengajar hafalan kita masih tetap 5 juz. Ini tidak serius namanya. bagaimana mungkin anak-anak kita suruh menghafalkan 1/2 halaman, sedangkan kita sebagai gurunya apakah ikut menghafal atau tidak?! Kita minta murid-murid untuk selalu muroja’ah, sedangkan kita bagaimana?!
Perlu kita perhatikan, meskipun sang seorang guru sudah bertahun-tahun didalam mengajarkan pelajaran tersebut. Bisa jadi selama selang waktu itu akan muncul pembahasan-pembahasan baru. Sebagai contoh, saya sudah mengajar kitab tauhid di Tunas Ilmu dari tahun 2010 sampai 2021, berarti sudah berlangsung selama 11 tahun. Saya menemukan hal-hal yang baru setiap belajar dan mengajarkannya. Seperti yang kita pahami bahwasanya kitab tauhid ini ternyata bisa dibagi-bagi per bab nya.
Sebagai seorang guru, kita tidak bisa memaksa agar anak murid kita menjadi paham, kita tidak bisa membuka hati murid yang kita didik. Kita tidak bisa memberikan hidayah kepada murid-murid tersebut. Sebab yang bisa melakukan itu semua adalah Allah.
Oleh sebabitu, hendaknya para guru juga mendoakan selalu Murid-murid nya agar mereka mendapat hidayah dan petunjuk dari Allah dan diberikan kemudahan untuk mengamalkannya.
Berapa hari yang lalu, ada yang mengirimkan cerita tentang Qodhi iyadh di dalam kitabnya. Beliau menceritakan bahwasanya Ada seorang Mu’alimun ‘afiifun yaitu seorang guru yang wara’, dimana ketika beliau sedang tawaf di ka’bah dan melaksanakan ibadah umroh, didepan ka’bah beliau mendo’akan semua murid-murid nya agar menjadi Hamba-hamba Allah yang sholeh.
. اللهم أيما غلاما علمته فاجلعه في عبادك الصالحين.
“Ya Allah siapa saja yang telah aku ajarkan maka jadikanlah Ia masuk didalam Hamba-hamba-Mu yang Sholeh”
Bayangkan pada kesempatan ibadah haji dan umroh, dimana saat itu merupakan kesempatan yang istimewa. Hampir semua manusia berdoa untuk kepentingannya sendiri dan keluarganya. Akan tetapi berbeda dengan seorang guru, ia berdoa pada saat itu untuk murid-muridnya, dan darinya lahir sebanyak 90 ulama, dimana diantaranya merupakan ahli ilmu dan ahli ibadah. MasyaAllah, bayangkanlah betapa dahsyatnya Do’a seorang Guru.
3. Yang ketiga, Muroqabutullah yaitu senantiasa merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Senantiasa merasa diawasi oleh Allah ketika mengajar baik secara online maupun offline.
Dan hendaknya seorang guru senantiasa untuk tepat waktu dan disiplin, karena ia yakin bahwasanya dirinya selalu diawasi oleh Allah Subhanahu wa ta’la.
Dan kita mendapati sebagian guru ketika mengajar, mungkin ia menyempatkan untuk bermain gadget atau melihat video dan hal yang lainnya, ini disebabkan karena ia merasa tidak ada yang mengawasinya menempatkan sesuatu sesuai dengan tempat dan waktunya.
Bimbingan bagian akhlaq terdiri dari 3 bagian :
1. Yang pertama, akhlaq kepada keluarga. Keluarga yang dimaksud disini adalah orang tua, istri dan anak-anak kita. Berikan waktu atau sempatkan waktu untuk bercengkrama bersama istri, anak-anak dan terutama kepada orang tua kita.
Keluarga kita inilah yang paling berhak dengan akhlaq kita. Karena dulu bisa jadi orang tua ingin menikahkan anaknya atau seorang wanita ingin menikah dengan seorang ustadz, karena harapan ingin dibimbing atau diajarkan oleh nya atau bisa konsultasi kapan saja, dan Ia tidak susah-susah harus pergi ke majlis ilmu kalau ingin menanyakan sesuatu. Karena sudah ada didalam rumahnya.
Maka apakah pantas bagi kita ketika sudah sibuk diluar dengan mengajar, ketika kita pulang kerumah kita masih disibukkan gadget kita. Alasannya teman-teman yang ada di grup perlu untuk direspon, lantas apakah anak dan istri kita tidak perlu untuk direspon?!
Oleh sebab itu marilah kita latihan untuk membagi waktu. Jangan sampai kita kelihatan sebagai seseorang yang sempurna dan menjadi harapan banyak wanita untuk menikah dengannya walaupun menjadi yang kedua dan berikutnya. Sementara istri yang pertamanya saja terkadang terabaikan haknya.
2. Yang kedua,adalah akhlaq kepada guru dan kepada pengurus lainnya. Yang mana di antaranya ada yang senior dan ada yang junior. Bagaimana hendaknya Kita bermuamalah antar senior dan junior. ada yang merupakan para perintis dan ada yang baru bergabung. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak mengenal hak orang tua kami, dia bukan termasuk golongan kami.”
Dan Terkadang yang senior merasa paling berharga dan paling berjasa dalam semua bidang. Maka hal ini sebaiknya dhindari karena nanti akan menimbulkan masalah dikemudian harinya. Begitu juga dengan yang junior jangan merasa terlalu bangga dikarenakan kita tamat ini dan itu.
يَمُنُّوْنَ عَلَيْكَ اَنْ اَسْلَمُوْا ۗ قُلْ لَّا تَمُنُّوْا عَلَيَّ اِسْلَامَكُمْ ۚبَلِ اللّٰهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ اَنْ هَدٰىكُمْ لِلْاِيْمَانِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ – ١٧
Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, “Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.”
Dan yang selanjutnya merasa direndahkan kalau sekiranya diturunkan jabatan. Merasa hina kalau seandainya diminta untuk mengajarkan anak-anak. Dan hendaknya kita memahami, bahwasannya didalam sebuah lembaga atau organisasi perlu adanya pembagian tugas. Ada yang menjadi ketua, sekretaris, bendahara dan yang lain-lainnya.
Apa mungkin semua nya menjadi ketua, atau semuanya ingin tampil.
3. Yang Ketiga, akhlaq kepada Santri. Selama ini yang sering diingatkan adalah akhlak santri kepada guru, sekarang kita balik, kita ingatkan bahwasanya guru hendaknya perlu berterima kasih kepada murid-murid, karena dengan adanya mereka kita menjadi guru.
Dan terkadang jasa murid-murid lebih besar kepada kita. Dengan adanya mindset seperti ini agar kita menghormati dan menghargai murid-murid. Dan hendaknya kita bisa membedakan antara lembut dan lembek, tegas dan kasar.
Adapun sifat tegas, diantara contohnya yaitu menahan emosi dan amarah kita kepada murid-murid dengan cara menghargai mereka. Dan dalam hal ini para Ulama Mazhab yang Empat mereka semua sepakat kalau sekiranya tidak ada murid-muridnya, maka bisa jadi orang lain tidak mengetahui ilmu yang ia ajarkan tersebut.
======================================================
Tanya jawab :
Soal : bagaimana kalau ada guru yang masih mengedapankan gaji sebagai tujuan nya sedang dari pihak sekolah belum bisa memenuhinya !?
Jawab :
1. Yang petama pahamkan kepada guru atau karyawan yang baru tersebut untuk memahami kondisi yang ada, bahwasanya saat ini kita sedang sama-sama berusaha dan berjuang.
2. Kalau seandainya kita belum bisa memaksimalkan dalam menggaji guru maka kita bisa berikan kesempatan untuk tidak di full kan kegiatannya, agar guru atau ustadz tsb bisa melakukan atau mencari tambahan diluar sana.
3. Membuat wakaf produktif atau unit-unit usaha untuk menggaji guru dan karyawan. Sedangkan SPP untuk Murid-murid sepenuh nya.
======================================================
Soal : Kalau seandainya ada Anak-anak yang nakal atau berkata-kata kotor dan berakhlaq buruk dan sudah diberikan konsekuensi akan tetapi masih tetap belum berubah..?!
Jawab :
Tidak ada asap tanpa api. Maka hendaknya kita mencari sebab musabab nya.ketika ada genteng yang bocor yang pertama yang perlu upayakan adalah berusaha menutupi bagian yang bocor tersebut, bukan dengan mengeringkan dan mengelap air yang datang dari bocoron tersebut. Dan Sebelum kita memikirkan apa konsekuensi maka hendaknya pertama kali kita mencari apa sumber masalahnya. Seorang anak yang nakal misalnya ditelusuri dimana ia mendapatkan akhlaq yang buruk tersebut apakah dari lingkungannya, apakah dari teman-temannya dan apakah dari orang tuanya
Dari Ceramah Ustadz Abdullah Zein. MA. Dengan judul “Guru Butuh Bimbingan” tanggal 22 September 2021