📝Kajian Karyawan Dar el Iman bersama Ust Muhammad Elvi Syam Lc. MA حفظ الله تعالى.
Dari Risalah Bagaimana Menjadi Pegawai yang Menunaikan Amanah karya Syekh Abdul Muhsin bin Hamad Al Abbad Albadr حفظ الله تعالى
🗓️Hari Sabtu 4 Desember 2021
Jam : 13:30- 14:30 wib.
✏️ Ditulis Rahmat Ridho S.Ag
Judul :
أَدَاءُ الْمُوَظَّفِ عَمَلَهُ بِجِدٍّ وَإِخْلَاصٍ يُؤْجَرُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
PEGAWAI YANG MENUNAIKAN PEKERJAANNYA DENGAN KESUNGGUHAN DAN IKHLAS MENDAPAT BALASAN DUNIA DAN AKHIRAT
إِذَا قَامَ الْمُوَظَّفُ بِأَدَاءِ عَمَلِهِ بِجَدٍّ يَرْجُو ثَوَابَ اللَّهِ أَبْرَأَ ذِمَّتَهُ وَاسْتَحَقَّ الْأُجْرَةَ عَلَى الْعَمَلِ فِي الدُّنْيَا، وَظَفِرَ بِالثَّوَابِ فِي الدَّارِ الْآخِرَةِ، وَقَدْ وَرَدَتْ النُّصُوصُ الشَّرْعِيَّةُ دَالَّةً عَلَى أَنَّ الْأَجْرَ وَالثَّوَابَ عَلَى مَا يَعْمَلُهُ الْإِنْسَانُ مِنْ أَعْمَالٍ، يَكُونُ مَعَ الِاحْتِسَابِ وَابْتِغَاءِ وَجْهِ اللَّهِ،
Apabila seorang pegawai menunaikan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh mengharapkan pahala dari Allah, maka ia telah menunaikan kewajibannya dan berhak mendapatkan balasan atas pekerjaannya di dunia,dan beruntung dengan pahala akan ia dapatkan di kampung akhirat.dan Telah datang nash-nash syar’iyah yang menunjukkan bahwasanya upah dan pahala atas apa yang dikerjakan oleh seorang dari pekerjaan-pekerjaan dengan ikhlas dan mengharapkan wajah Allah.
Ada banyak keuntungan yang didapatkan oleh pegawai tersebut, yang pertama : dia telah selesai menunaikan tanggung jawabnya. Maka dia akan dapat gaji didunia dan akan mendapatkan balasan kebaikan di akhirat kelak. Dengan catatan ia melakukannya dengan ada unsur ihtisab(mendapatkan pahala). Tidak hanya ia menyelesaikan tugas tapi dia harus mengharap kan wajah dan ikhlas. Maka ia akan mendapatkan keuntungan yang besar, pahal dan ganjaran yang besar di akhirat kelak nanti.
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ :
۞ لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍۢ مِّن نَّجْوَىٰهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَـٰحٍۭ بَيْنَ ٱلنَّاسِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ٱبْتِغَآءَ مَرْضَاتِ ٱللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًۭا.
Allah azza wa jalla berfirman : Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.(Surat An-Nisa (4) Ayat 114)
Penjelasan ayat didalam Tafsir assa’di surah Annisa 114 adalah.
Maksudnya, tidak ada kebaikan pada kebanyakan perkara yang diperbincangkan dan dibicarakan oleh manusia, lalu bila tidak ada kebaikan padanya, baik karena tidak ada faidahnya seperti perkataan-perkataan yang mubah tapi tidak bermanfaat ataupun suatu yang buruk dan berbahaya semata, seperti perkataan yang diharamkan dengan segala bentuknya,
kemudian Allah membuat pengecualian dalam FirmanNya, (إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ)
“Kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah” dari harta atau ilmu atau apapun yang memberi manfaat. mungkin saja termasuk ibadah yang sederhana seperti bertasbih, bertahmid dan semacamnya.
sebagaimana sabda Nabi ﷺ
«إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمَرَ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَفِي بِضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ» الْحَدِيثَ .
“sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, takbir adalah sedekah, tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahyi munkar adalah sedekah, dan dalam berjima adalah sedekah…” HR Muslim no. 1006
(أَوْ مَعْرُوفٍ)
“Atau berbuat ma’ruf,” yaitu, berbuat baik dan ketaatan serta seluruh perkara yang diketahui dalam syariat dan akal manusia akan kebaikannya, dan apabila perintah kepada yang ma’ruf dimutlakan tanpa disertakan dengan kalimat melarang dari yang mungkar, maka secara otomatis melarang dari yang mungkar termasuk di dalamnya, yang demikian itu karena meninggalkan hal-hal yang dilarang adalah suatu kebaikan, dan juga tidaklah akan sempurna perbuatan baik itu kecuali bila diiringi dengan meninggalkan yang jelek,
adapun bila disertakan, maka ma’ruf itu ditafsirkan dengan mengerjakan yang diperintahkan sedang yang mungkar ditafsirkan dengan meninggalkan yang dilarang.
(أَوْ إِصْلَـٰحٍۭ بَيْنَ ٱلنَّاسِ)
“Atau mengadakan perdamaian di antara manusia,” mendamaikan itu tidaklah terjadi kecuali pada dua orang yang saling berselisih dan bertengkar, perselisihan dan pertengkaran dan saling memusuhi akan mengakibatkan keburukan dan perpecahan yang tidak mungkin dapat dihindari, oleh karena itu syariat Islam menganjurkan untuk mengadakan perdamaian di antara manusia dalam perkara darah, harta, dan kehormatanbahkan dalam beragama.
sebagaimana Allah berfirman,
{وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ }
” Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,” (Ali Imran:103).
dan dalam ayat lain,
{وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ } [الحجرات : 9]
” Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah” (Al-Hujurat:9),
dan FirmanNya, وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌۭ
” dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)” (An-Nisa:128).
Seorang yang berusaha mengadakan perdamaian antara manusia adalah lebih utama daripada seorang yang taat melakukan shalat dan puasa serta sedekah. Seorang pembuat perdamaian pastilah Allah akan memperbaiki usaha dan perbuatannya, sebagaimana seorang yang berusaha melakukan kerusakan, maka Allah tidak akan membiarkan perbuatannya terus berlangsung dan tidak pula menyempurnakan tujuannya untuk dirinya,
sebagaimana Allah berfirman,
(إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُصْلِحُ عَمَلَ ٱلْمُفْسِدِينَ)
” Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang-yang membuat kerusakan.” (Yunus:81). Hal-hal seperti ini, apa pun yang dilakukan adalah suatu yang baik sebagaimana yang ditunjukkan oleh pengecualian tersebut, akan tetapi kesempurnaan pahala adalah menurut niat dan keikhlasannya,
karena itulah Allah berfirman,
(وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ٱبْتِغَآءَ مَرْضَاتِ ٱللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًۭا)
“Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar,” karena itulah seyogyanya seorang hamba hanya mengharapkan keridhaan Allah, mengikhlaskan perbuatannya hanya untuk Allah pada setiap waktu dan pada setiap bentuk dari bentuk-bentuk kebaikan, agar dengan hal tersebut ia dapat memperoleh pahala yang besar, dan agar ia terbiasa dengan keikhlasan sehingga menjadi bagian dari kelompok orang yang ikhlas, dan agar Allah menyempurnakan pahalanya, baik tujuannya tercapai ataupun tidak, karena niat telah ada lalu diiringi dengan perbuatan yang mungkin diwujudlkan.
(، وَرَوَى الْبُخَارِيُّ (55) وَمُسْلِمٌ (1002) عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: : (( إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ ))، وَقَالَ ﷺ لِسَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ : (( وَلَسْتَ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ، إِلَّاَّ أُجَرْتَ بِهَا، حَتَّى اللُّقْمَةُ تَجْعَلُهَا فِي فِي امْرَأَتِكَ )) رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ (5354) وَمُسْلِمٌ (1628)،_
Dan imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari Abu Mas’ud bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda.
“Apabila seseorang menafkahkan untuk keluarganya dengan ikhlas maka itu baginya adalah sedekah”.
Dan Rasulullah ﷺ bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqash Radhiyallahu ‘anhu : _“Dan tidaklah engkau menafkahkan satu nafkah karena mengharapkan wajah Allah melainkan engkau mendapatkan pahala dengannya hingga sesuap yang engkau suapkan di mulut istrimu” [Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim]
Kita yang ke kantor sebagai guru, tentu kita akan mengajarkan murid-murid kita.maka sebelum mengajar kita perlu ada nya persiapan agar apa yang telah kita ajarkan nanti betul-betul bermanfaat. Maka dengan yang ikhlas yang telah dia niatkan tersebut maka ia akan diganjar pahala yang besar.
فَدَلَّتْ هَذِهِ النُّصُوصُ عَلَى أَنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا أَدَّى مَا هُوَ وَاجِبٌ عَلَيْهِ لِلْعِبَادِ بَرِئَتْ ذِمَّتُهُ، وَأَنَّهُ إِنَّمَا يَحْصُلُ الْأَجْرُ وَالثَّوَابُ بِالِاحْتِسَابِ وَابْتِغَاءِ وَجْهِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.
Nash-nash ini menunjukkan bahwasanya seorang Muslim apabila ia menunaikan kewajibannya terhadap sesama hamba lepaslah tanggung jawabnya, dan bahwasanya ia hanya akan mendapatkan balasan dan ihtisab(berharap pahala dengan ikhlas) dan mengharapkan wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hendaknya menjadi pegawai yang sportif dan amanah, dia melakukan semua perkerjaan dengan kesungguhan yang serius maka insya Allah akan menghasilkan yang luar biasa dari pekerjaan kita. Kalau sekiranya ini kita lakukan disemua karyawan dan pegawai dar el iman maka masyallah hasilnya yang didapatkan.