Sunnah

Hadits No. 156

156 – فَالْأَوَّلُ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ سُؤَالِهِمْ، وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ)). (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

  1. Dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Biarkan aku (dan jangan banyak bertanya) tentang apa yang kutinggalkan dari kalian (tidak diperintah atau dilarang). Sebab, yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah karena (mereka) banyak bertanya dan pertentangan mereka terhadap para Nabi mereka. Jika aku melarang kalian terhadap (melakukan) sesuatu, maka jauhilah. Dan jika aku perintahkan kalian terhadap (melakukan) sesuatu, maka lakukanlah ia sesuai dengan kemampuan kalian.” (Muttafaq ‘alaih)

Pengesahan Hadits

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (XIII/251-Fathul Bâri) dan Muslim (no. 1337).

📔 Kandungan Hadits📔

  1. Perintah (bagi para Sahabat) untuk tidak menanyakan sesuatu yang belum terjadi, sebab dikhawatirkan akan turunnya suatu kewajiban atau beban (syariat). Selain itu, banyak bertanya mempersulit urusan dan membuka pintu syubhat yang berakibat pada munculnya banyak perselisihan sehingga ia dapat mengantarkan ke jurang kebinasaam
  2. Kewajiban meninggalkan segala sesuatu yang dilarang, jika memang perintahnya sangat ditekankan. Sebab, tidak ada kesulitan dalam meninggalkannya. Karena itulah, larangan tersebut bersifat umum.
  3. Mengerjakan perintah sering kali menemui kesulitan. Maka dari diperintahkan untuk mengerjakannya sesuai dengan kemampuan.
  4. Anjuran untuk mengerjakan hal yang lebih penting, yang dibutuhkan segera, daripada mengerjakan hal yang belum dibutuhkan sekarang.
  5. Dianjurkan bagi setiap Muslim untuk mencari apa-apa yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya, kemudian berusaha mengkaji dan memahami hal tersebut sebagaimana yang dimaksud oleh-Nya. baru kemudian mengamalkannya. Jika apa yang dipahami itu berupa ilmu, maka dia harus membenarkan serta meyakini hakikatnya. Dan jika apa yang dipahami itu berupa pengamalan, maka dia harus berupaya dengan semaksimal mungkin dalam menerapkan dan juga mengamalkannya. Adapun apabila kemauan untuk beramal tatkala mendengar suatu perintah atau larangan dipalingkan kepada hal-hal yang bisa terjadi dan bisa juga tidak terjadi, sedangkan di waktu yang sama timbul keinginan untuk berpaling dari pengamalan apa yang didengarnya itu, maka pemalingan ini termasuk perbuatan terlarang. Sebab, upaya memahami agama dipuji jika untuk diamalkan; selama bukan untuk diperdebatkan, diperselisihkan, atau dibicarakan saja.

Hadits No. 157

157 – الثَّانِي: عَنْ أَبِي نَجِيحٍ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ رَضَّ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً وَجَلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةٌ مُودَعٍ فَأَوْصِنَا. قَالَ: ((أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ، وَالشَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأْمُرْ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، وَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عُضُّوا عَلَيْهَا بِالتَّوَاجُدِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ؛ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ)). (رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَالتِّرْمِذِيُّ، وَقَالَ: حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ)

  1. Dari Abu Najih al-Irbadh bin Sariyah s, ia bercerita; Rasulullah ﷺ pernah memberi nasihat yang mendalam kepada kami, sampai-sampai nasihat itu menggetarkan hati dan mengucurkan air mata, lantas kami menanggapis “Wahai Rasulullah, seakan-akan nasihat ini adalah nasihat perpisahan. Maka dari itu, berilah kami wasiat.”
    Beliau pun bersabda: “Aku berwasiat kepada kalian agar selalu bertakwa kepada Allah, serta patuh dan taat meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Sesungguhnya barang siapa yang hidup (panjang umur) di antara kalian, maka dia akan menyaksikan banyak perselisihan. Oleh karena itu, hendaklah kalian berpegang pada sunnahku dan sunnah Khulafarur Rasyidin yang telah mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-kuat dengan gigi geraham kalian (yakni jagalah keduanya); dan janganlah kalian mengada-adakan hal baru (yaitu berbuat bid’ah di) dalam urusan-urusan (agama ini), karena sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat.”

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dan at-Tirmidzi menyatakan: “Hadits ini hasan shahih.” Lafazh artinya gigi taring; ada yang berpendapat gigi geraham.

📔 Kandungan Hadist📔

  1. Sepatutnya bagi pemberi nasihat untuk menyampaikan nasihatnya secara global (umum), dan hendaknya penyampaian nasihat tersebut jelas (dapat dipahami).
  2. Rasulullah dikaruniai jawami’ul kalim (ungkapan yang singkat namun padat makna) oleh Allah , sehingga dengannya beliau tidak meninggalkan suatu kebaikan pun kepada para Sahabat melainkan pasti telah diperintahkan untuk dikerjakan. Tidak pula beliau meninggalkan keburukan kepada mereka (kaum Muslimin) melainkan telah dilarang untuk dilakukan. Dalam nasihat itu beliau menggabungkan segala hal yang dibutuhkan setiap orang (Muslim), baik di dunia maupun di akhirat.
  3. Keharusan bertakwa kepada Allah. Inilah wasiat Allah kepada orang-orang yang pertama maupun orang-orang yang terakhir dari para hamba. Artinya adalah pelaksanaan berbagai perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
  4. Keharusan mentaati umara’ (para penguasa Muslim) selama mereka memerintahkan berbuat ketaatan kepada Allah, dan ketaatan ini tanpa melihat rupa dan warna kulit mereka.
  5. Pemberitahuan Rasulullah akan perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan umat ini (kaum Muslimin), dan mereka terpecah menjadi banyak kelompok.
  6. Kebaikan berikut keselamatan umat dengan keberadaan imam yang berpegang teguh kepada syariat-Nya . Umat akan mentaatinya selama dia mentaati Allah dan memberlakukan hukum-Nya.
  7. Peringatan untuk tidak berbuat bid’ah dalam agama Allah. Sebab,semua bentuk bid’ah adalah sesat dan buruk serta pasti berdampak buruk dan membahayakan kesatuan umat.
  8. Keselamatan pada saat atau kondisi terasingnya Islam dan terjadinya banyak perselisihan hanya bisa diperoleh dengan cara berpegang teguh kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya sesuai dengan pemahaman para Sahabat.
  9. Hadits ini merupakan dasar pokok dan hujjah (dalil) menurut manhaj Salafush Shalih (yang beragama dengan tuntunan kaum salaf shalih). Hal itu telah saya jelaskan dalam kitab berjudul Limádza Ikhtartu al-Manhajas Salafi. Sedangkan manfaat dan petunjuknya, saya telah membahas hal ini secara khusus pada Bab “Mau’izhatu Muwaddi’in (Nasihat Perpisahan)”.

Hadits No. 158

158 – الثَّالِثُ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رِسَالُهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مِنْ أَبِي))، قِيلَ: وَمَنْ يَأْبَى يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: ((مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى)). (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

  1. Dari Abu Hurairah; Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Semua umatku akan masuk Surga kecuali mereka yang enggan.” Ditanyakan: “Siapakah orang yang enggan itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Barang siapa mentaatiku, dia akan masuk Surga; adapun barang siapa durhaka kepadaku, berarti dia enggan (masuk Surga).” (HR. Al-Bukhari)

📔Kandungan Hadits📔

  1. Allah menciptakan hamba-hamba-Nya agar dapat mengasihi dan memasukkan mereka ke tempat yang penuh dengan rahmat-Nya.
  2. Nabi telah menyampaikan perintah dan larangan dari Rabbnya.
  3. Siapa yang mendurhakai Nabi berarti menolak rahmat Allah
  4. Durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya bisa menyebabkan pelakunya kelak masuk Neraka.
  5. Keselamatan seseorang di dunia maupun akhirat diperoleh dengan mengikuti petunjuk Rasulullah.

Hadits No. 159

159 – الرَّابِعُ: عَنْ أَبِي مُسْلِمٍ، وَقِيلَ: أَبِي إِيَاسٍ سَلَمَةُ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْأَكْوَعِ رِسَالَتَهُ عَنْهُ، أَنَّ رَجُلًا أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّ اللَّهُ عَلَّیهُ وَسَلَّمَ بِشِمَالِهِ فَقَالَ: ((كُلْ بِيَمِينِكَ)). قَالَ: لَا أَسْتَطِيعُ. قَالَ: ((لَا اسْتَطَعْتُ)) مَا مَنَعَهُ إِلَّا الْكِبْرَ، فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ. (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

  1. Dari Abu Muslim-ada juga yang mengatakan: Abu Iyas Salamah bin Amr bin al-Akwa; Bahwasanya ada seseorang yang makan di sisi Rasulullah ﷺ dengan tangan kirinya, maka beliau lantas bersabda: “Makanlah dengan tangan kananmu.” Akan tetapi, orang itu menjawab: “Aku tidak bisa.” Beliau menyatakan: “Kamu tidak akan pernah bisa.” Sungguh, tidak ada yang menghalanginya menggunakan tangan kanan kecuali kesombongan. Akhirnya, orang tersebut tidak bisa mengangkat tangannya itu ke mulutnya. (HR. Muslim)

📔 Kandungan Hadits📔

  1. Kewajiban makan dengan tangan kanan. Makan dengan tangan kiri,tanpa alasan yang dibenarkan, adalah haram.
  2. Segala sesuatu yang mulia harus dikerjakan dengan tangan kanan. Sebab, Nabi menyukai bagian kanan dalam beraktivitas.
  3. Menentang Rasulullah is termasuk perbuatan dosa. Karena itulah, beliau mendoakan keburukan bagi orang ini. Alasannya, penolakan itu disebabkan oleh kesombongan dan penentangannya.
  4. Pemberian nasihat kepada orang yang makan dan minum berlaku bagi laki-laki maupun perempuan, juga bagi anak-anak.
  5. Boleh menasihati seseorang di hadapan umum, selama mengandung kebaikan bagi semua orang yang menyaksikannya.
  6. Tidak mengapa mendoakan keburukan atas orang yang melakukan perbuatan yang haram disebabkan oleh penentangan dirinya berupa kesombongan (hingga enggan menerima nasihat) dan terus-menerus melakukannya.
  7. Kesombongan dan keengganan menjalankan hukum-hukum syariat akan berakibat pada datangnya siksaan bagi seseorang.
  8. Allah memuliakan Rasul ﷺ sekaligus hamba-Nya, Muhammad ﷺ dengan mengabulkan doa beliau.

===========================

Di Syarh Riyadush Shalihin bersama Buya Muhammad Elvi syam Lc. MA. Bab 16 :  perintah Memelihara Sunnah Dan Adabnya . Kajian Hari Rabu, 24 November 2021 di Masjid Al-Hakim.
Ditulis: Rahmat Ridho S.Ag | Editor: Muhammad Reza Pahlevi