Pemakan Riba dan Pelaku Bid’ah Mana Dosa yang Lebih Besar?
Pertanyaan
Assalamualaikum Warrohmatullahi wa barrokatuh,
Afwan Buya, saya mau bertanya tentang hukum pemakan riba dengan dosa pelaku bid’ah mana yang lebih besar dosanya buya?
Dari Slamet, Rokan Hulu Riau
Jawaban
Wa’alaikumussalam Warrohmatullahi wa barrokatuh,
Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala Alihi wa Ashabihi Ajma’in. Amma ba’du,
Bapak yang di muliakan Allah Subhanahu wa ta’ala,
Pertama, sebaiknya kita tidak mempertentangkan satu dosa dengan dosa yang lain, akan tetapi semua dosa harus kita tinggalkan
Karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Dari Abu Hurairah ‘Abdurrahman bin Shakr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 7288 dan Muslim, no. 1337]
Disini kita lihat, mufadholah yakni satu sama lainnya ada tingkatan-tingkatan di dalam amal pahala dan itu adalah suatu hal yang lumroh, bahwa kita akan mengerjakan apa yang mampu kita kerjakan.
Tapi tidak sepantasnya kita melihat tingkatan dari dosa karena kita diperintahkan untuk meninggalkannya, karena didalam dosa tidak dikatakan tinggalkanlah semampumu. maka dalam hal ini khawatir kepada kita, ketika kita melihat antara pelaku pemakan riba dengan pelaku bid’ah mana yang lebih besar dosanya?
Khawatir nanti datang godaan syaiton atau syubhat dari syaiton menjadikan kita merasa bahwa satu dengan yang lainnya boleh kita lakukan, karena berfikir salah satunya ada yang lebih rendah bahayanya. maka ini harus kita hindari.
Tentang makan riba Allah Subhanahu wa ta’ala katakan :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum kamu ambil) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS Al Baqarah 278)
Dari ayat ini dikaitkan dengan keimanan berarti ini adalah ancaman bahwa ini akan mempengaruhi keimanan kita.
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala katakan :
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. (QS Al Baqarah 279)
Jadi, jika kita tetap memakan riba atau berinteraksi dengan riba itu berarti kita sudah memerangi Allah dan RasulNya. karena Allah dan RasulNya telah mengharamkan riba tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala katakan
وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al Baqarah 275).
Jika dalam hadits-hadits Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam,
Dalam riwayat Al-Hakim mennyebutkan,
الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Al-Hakim, 2: 37. Al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini sesuai syarat syaikhain –Bukhari dan Muslim-. Adz-Dzahabi menyepakati hal ini. Al-Bushiri mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, demikian tersebutkan dalam tahqiq Sunan Ibnu Majah oleh Al-Hafizh Abu Thahir).
ini merupakan dosa yang sangat besar sekali.
Baca Juga : Bagaimana Penyaluran Uang Hasil Riba dan Bunga Bank?
Kedua, bid’ah berarti kita tidak mau menerima apa yang telah diberikan Rasulullah kepada kita
Imam Malik mengatakan :
من ابتدع في الإسلام بدعة يراها حسنة فقد زعم أن محمدا صلى الله عليه وسلم خان الرسالة، لأن الله يقول: (اليَومَ أكْمَلْتُ لَكُم دِينَكُمْ) فما لم يكن يومئذ دينا فلا يكون اليوم دينا.
” Barangsiapa yang membuat bid’ah dalam Islam dan menganggapnya baik maka dia telah menganggap Muhammad shallallahu alaihi wasallam mengkhianati risalah. Ini karena Allah telah berfirman: Pada hari ini aku telah sempurnakan agama kamu. Apa yang pada hari tersebut tidak menjadi agama, maka dia tidak menjadi agama pada hari ini “.
Jadi, dari perkatan Imam Malik rahimahullah dapat kita simpulkan bahwa tidak ada lagi yang kurang, ketika kita menambah- nambah syari’at baru dalam agama (bid’ah yaitu suatu metoda didalam agama yang baru yang menandingi syari’at) maka setelah turun ayat ini apapun yang ada di dalam agama (perkara baru) maka pada hari inipun tidak akan termasuk kedalam bagian dari agama.
Bid’ah itu adalah maksiat dan maksiat itu adalah dosa, dalam hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ
“Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya” (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath no.4334. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 54).
Kenapa Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai dia meninggalkan bid’ahnya?
Karena ketika dia melakukan bid’ah dia menganggap apa yang dia lakukan itu adalah sedang beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga dia merasa sedang melakukan pendekatan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala sementara apa yang dia lakukan itu adalah bid’ah (maksiat kepada Allah).
Sebagai contoh, apa yang di lakukan oleh sekte syiah yang mereka menganggap bahwa nikah mut’ah (nikah kontrak dengan akad dalam jangka waktu tertentu) itu adalah sebaik-baik ibadah.
Padahal orang biasa saja didalam islam jika berzina dia yakin jika dia merasa bersalah, apa yang dia lakukan tidak benar, tapi karena syahwatnya yang tinggi menyebabkan imannya kurang sehingga dia terjerumus kepada zina tersebut dan setelah melakukan itu terkadang dia menyesal.
Tapi ketika seseorang melakukan itu diselubungi dengan nilai-nilai islam, agama atau nilai ibadah dia tidak merasa itu adalah suatu maksiat, oleh karena itu dia akan susah untuk bertobat sampai dia meninggalkan bid’ahnya
Jadi, kedua-duanya (riba dan bid’ah) ini bahaya dan sangat bahaya :
1. Memerangi Allah dan RasulNya (dosa Riba)
2. Mengatakan Nabi Mengkhianati risalah (dosa Bid’ah).
maka tidaklah pantas kita mempertentangkan hal yang demikian satu dengan yang lainnya.
Allahu a’lam.
Menjawab, Ustadz Muhammad Elvi syam,Lc.MA
Sumber : Tanya Jawab Permasalahan Agama,Youtube Surau TV official. l Editor Resma