Kabasurau.co.id. Pada tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengambil langkah penting sebagai pelopor dan inisiator dalam pengembangan keuangan syariah dengan mendirikan Bank Syariah di Indonesia.
Pada tanggal 18-20 Agustus tahun tersebut, MUI mengadakan loka karya yang diberi nama “Bunga Bank dan Perbankan” di Bogor. Dan hanya setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 1 November 1991, lahir Bank Muamalat sebagai Bank Syariah pertama di Indonesia.
Menurut Buya Amirsyah Tambunan, Sekretaris Jenderal MUI yang juga menjabat sebagai Sekretaris Badan Pengurus Dewan Syariah Nasional-MUI (DSN-MUI), peristiwa ini mencerminkan semangat MUI dalam mempercepat dan mengembangkan sektor Keuangan Syariah di Indonesia. Terlebih lagi, di Indonesia, terdapat banyak Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam, dan MUI hadir sebagai kekuatan pemersatu melalui pendirian bank syariah.
Amirsyah menyatakan, “Majelis Ulama Indonesia, bersama dengan tokoh-tokoh dan stakeholder yang berkumpul di MUI, setidaknya mendapat dukungan dari 80 Ormas yang ingin menjadikan MUI sebagai tenda besar umat dalam mendukung percepatan industri keuangan syariah.” Hal ini menjelaskan bagaimana MUI berperan sebagai penghubung antara beragam Ormas Islam di Indonesia.
Ia melanjutkan, “Pentingnya peran MUI sebagai pemersatu ini sangat terlihat jika kita mempertimbangkan jumlah Ormas Islam di Indonesia yang mencapai 80 buah.” Dari jumlah tersebut, setiap Ormas seringkali memiliki metode yang berbeda dalam menentukan hukum (manhaj fi istibathil hukm), yang berpotensi menimbulkan perbedaan dalam fatwa terkait ekonomi dan produk keuangan syariah.
Amirsyah menekankan pentingnya menghindari kebingungan di kalangan masyarakat, dengan mengatakan, “Bayangkan jika ada 70 hingga 90 Ormas yang mengeluarkan fatwa keuangan syariah yang berbeda-beda, apa yang akan terjadi? Masyarakat akan bingung.”
Oleh karena itu, menurut Amirsyah, berdasarkan faktor historis dan sosiologis, dibentuklah regulasi yang menetapkan bahwa satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk menerbitkan fatwa adalah Majelis Ulama Indonesia, yang tugas pelaksanaannya dijalankan oleh DSN-MUI.
Hal ini disebabkan oleh daya terima fatwa yang diterbitkan oleh MUI yang lebih tinggi dibandingkan dengan Ormas lainnya, mengingat bahwa para ulama yang terlibat dalam MUI berasal dari berbagai Ormas dan beragam komponen umat Islam.
Amirsyah menyimpulkan, “Dengan demikian, MUI bukan hanya sebagai rumah besar umat Islam Indonesia, tetapi juga merupakan representasi dari beragam Ormas Islam di Indonesia. Sejauh ini, fatwa yang diterbitkan oleh MUI telah diterima dengan sangat baik oleh masyarakat Muslim Indonesia.”
Oleh karena itu, Amirsyah menegaskan pentingnya menjaga kepercayaan dan harapan umat Muslim Indonesia. Ia berharap agar DSN-MUI dapat menjalankan kewenangannya dalam menerbitkan fatwa terkait ekonomi dan keuangan syariah dengan penuh tanggung jawab dan transparansi yang terbaik.
“Sehingga secara budaya, masyarakat akan terus mengandalkan MUI, termasuk Komisi, Badan, dan Lembaga yang berada di bawahnya,” tegas Amirsyah.