Gempa Maroko banyak memakan korban jiwa hingga ribuan, berkaitan dengan hal tersebut, catatan iman Kabasurau.co.id mengutip dari Konsultasisyariah.com, ada pertanyaan muncul perihal gempa, apakah boleh pindah ke pulau lain karena gempa? Apakah hal ini dianggap takut berlebihan yang dilarang dalam agama Islam? Dalam pandangan agama, takut seperti ini dianggap syirik, tetapi bagaimana batasannya?
Pertama, kita harus memahami bahwa bencana alam adalah cara Allah mengingatkan hamba-Nya agar semakin takut kepada-Nya. Allah mengirimkan tanda-tanda kekuasaan-Nya untuk menguatkan iman. Ini termasuk fenomena alam seperti gempa bumi.
Allah berfirman,
وَمَا نُرْسِلُ بِالْآَيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا
“Tidaklah kami mengirim ayat-ayat itu selain untuk menakut-nakuti (hamba).” (al-Isra: 59).
Seorang Muslim menghadapi bencana alam dengan keyakinan bahwa itu adalah peringatan dari Allah, bukan sekadar fenomena alam biasa. Sikap takut seperti yang dialami oleh Nabi Muhammad adalah takut kepada Allah, bukan takut kepada bencana itu sendiri.
Kedua, Allah menghukum hamba-Nya dengan bencana alam karena maksiat yang dilakukan manusia. Peringatan ini berfungsi sebagai peringatan kepada manusia agar meninggalkan kemaksiatan dan kembali kepada Allah.
Allah juga mengingatkan, bisa jadi balasan makar Allah untuk hamba-Nya yang membangkang, datang ketika mereka sedang tidur,
أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ
“Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur?” (QS. Al-A’raf: 97).
Allah juga menegaskan bahwa setiap musibah yang menimpa manusia, disebabkan perbuatan maksiat yang pernah mereka lakukan. Allah berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Setiap musibah yang menimpa kalian, disebabkan perbuatan tangan kalian, dan Allah memberi ampunan terhadap banyak dosa.” (QS. As-Syuro: 30).
Ketiga, BMKG dan LIPI memberikan informasi tentang potensi gempa berdasarkan sebab-sebab ilmiah seperti pergeseran lempeng bumi. Ini adalah pengetahuan yang dapat diterima dalam Islam, tetapi kita juga harus ingat bahwa semua fenomena alam terjadi atas kehendak Allah.
Keempat, takut pada potensi gempa adalah takut yang normal dalam Islam, tetapi takut yang berlebihan dan tidak jelas adalah takut yang tidak perlu. Takut yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang meninggalkan tawakkal (berserah diri kepada Allah).
Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,
الخوف الطبيعي والجبلي في الأصل مباح ، لقوله تعالى عن موسى : ( فخرج منها خائفا يترقب ) ، وقوله عنه أيضا : ( رب إني قتلت منهم نفسا فأخاف أن يقتلون ) ، لكن إن حمل على ترك واجب أو فعل محرم فهو محرم.”
Takut alami pada asalnya mubah. Berdasarkan firman Allah tentang Musa (yang artinya), “Keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir.” Juga firman Allah tentang Musa di ayat lain, (yang artinya) “Musa berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku, telah membunuh seorang manusia dari golongan mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku”. Namun jika takut ini menyebabkan orang meninggalkan yang wajib atau mengerjakan yang haram, maka hukumnya haram. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 10/648).
Ketika kita berhadapan dengan potensi bencana, kita harus berusaha sekuat tenaga dalam batasan wajar dan kemampuan kita, tetapi pada akhirnya kita harus bertawakkal kepada Allah. Terlalu banyak ketakutan bisa mengarah pada pengecutan yang tidak dianjurkan dalam Islam.
Dalam Islam, kita diajarkan untuk menjaga keseimbangan antara rasa takut dan harapan kepada Allah. Allah adalah Pengampun dan Penyayang, tetapi juga Maha Pedih dalam hukuman-Nya. Rasa takut dan harapan adalah dua sisi keseimbangan yang harus kita pertahankan dalam iman kita.