Kabasurau.co.id. Polda Sumatera Barat (Sumbar) memimpin upaya pencegahan radikalisme dengan sosialisasi di Rumah Kebangsaan pada Selasa (10/10/2023). Upaya ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari ancaman terorisme, radikalisme, dan intoleransi.
Dalam acara tersebut, mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) memberikan kesaksian tentang pengalaman pribadi mereka selama berada di NII dan perjalanan mereka kembali ke NKRI.
“Kegiatan ini adalah bagian dari upaya pencegahan radikalisme. Ancaman radikalisme selalu ada, oleh karena itu, kami terus melakukan sosialisasi seperti ini sesuai perintah pimpinan Mabes Polri,” kata Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan, dalam keterangan persnya.
Dwi Sulistyawan menjelaskan bahwa munculnya paham radikalisme sering disebabkan oleh sekelompok individu yang ingin merubah negara. Oleh karena itu, pimpinan Polri telah menginstruksikan seluruh jajaran untuk terus mengedukasi masyarakat tentang ancaman radikalisme.
Acara ini juga diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT Humas Polri yang ke-72, yang akan jatuh pada tanggal 30 Oktober mendatang.
Mantan anggota NII, Dafrizal, menyatakan bahwa kurang pemahaman tentang agama adalah salah satu pemicu radikalisme. Untuk mencegahnya, masyarakat perlu mendapatkan pencerahan dari ulama-ulama yang mengajarkan perdamaian.
“Islam mengajak kita pada Rahmatan Alamin, di mana siapa pun, dari agama apa pun, bisa hidup berdampingan dengan Islam. Orang-orang yang terpengaruh oleh radikalisme ingin merubah sistem kenegaraan. Dengan bimbingan dari ulama yang mendorong perdamaian, kita bisa mencegah radikalisme,” kata Dafrizal.
Dafrizal mengungkapkan bahwa ia pertama kali terpapar paham radikalisme pada tahun 2002 ketika ia masih di sekolah menengah kejuruan (SMK). Selama menjadi anggota NII, ia menyaksikan perbedaan keyakinan agama kelompok tersebut dengan ideologi Pancasila dan UUD.
Mereka sering mengkafirkan orang lain yang berada di luar kelompok mereka, termasuk aparat penegak hukum seperti polisi. Mereka juga melakukan ibadah dengan cara yang berbeda, termasuk solat yang tidak sesuai dengan jamaah umum, karena mereka mengikuti ajaran Madinah dan menganggap Indonesia masih Mekkah.
Dafrizal menekankan bahwa penting untuk menghindari pemikiran bahwa orang di luar kelompok mereka adalah kafir, yang dapat mengakibatkan kekerasan terhadap mereka. Ia menaruh harapannya pada pencerahan dan edukasi untuk mencegah radikalisme.
“Kami mengimbau agar kita menjaga persatuan negara dan berdoa untuk para pemimpin kita,” tambahnya.