Kanasurau.co.id. Sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dalam Pilkada Serentak 2024, DPR langsung merespons dengan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada selama 12 jam tanpa jeda. Pembahasan ini dilakukan untuk mengakomodasi putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 yang memperbolehkan partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD untuk tetap dapat mencalonkan kepala daerah.

Putusan MK tersebut dianggap sebagai langkah besar dalam demokratisasi pemilihan kepala daerah. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa partai politik yang memiliki akumulasi suara sah minimal 25% dalam pemilu DPRD tetap memiliki hak untuk mengusung pasangan calon kepala daerah, meskipun tidak memiliki kursi di DPRD. Namun, ketentuan ini menjadi rumit ketika disandingkan dengan Pasal 43 ayat (3) UU Pilkada, yang menegasikan peluang tersebut, sehingga memunculkan ketidakpastian hukum.

Dalam upaya untuk segera menyesuaikan undang-undang dengan putusan MK, Badan Legislasi (Baleg) DPR, bersama dengan pemerintah dan DPD, bekerja ekstra keras untuk merampungkan RUU Perubahan Keempat atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Pembahasan ini berlangsung intens selama 12 jam, dengan agenda yang mencakup musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM), dan pengambilan keputusan akhir.

Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi, menekankan bahwa percepatan ini dilakukan karena urgensi tahapan pendaftaran Pilkada yang sudah dekat. “RUU Pilkada harus segera dirampungkan agar proses pemilihan tidak terganggu,” ujar Baidowi. Ia juga menambahkan bahwa putusan MK memaksa DPR untuk segera menyelesaikan revisi ini agar tidak ada kekosongan hukum yang bisa merugikan proses demokrasi.

Polemik ini menunjukkan bahwa pembahasan RUU Pilkada tidak hanya soal teknis hukum, tetapi juga menyangkut kepentingan politik yang besar, terutama dalam konteks pemilu serentak 2024. Keputusan untuk ngebut membahas RUU ini dalam waktu singkat menimbulkan spekulasi tentang adanya tekanan politik dan kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa semua aturan main sudah jelas sebelum tahapan pemilu dimulai.

Menariknya, fenomena ini juga memicu reaksi besar di media sosial. Warganet berbondong-bondong membuat postingan dengan tema “peringatan darurat”, yang menampilkan logo garuda berlatar belakang biru. Postingan ini mencerminkan kekhawatiran publik terhadap situasi politik yang dianggap semakin tidak menentu dan penuh dengan kepentingan elit. Dalam waktu singkat, simbol ini menjadi viral dan menjadi bentuk protes atau tanda peringatan dari masyarakat terhadap percepatan pembahasan RUU yang dinilai sangat krusial bagi masa depan demokrasi di Indonesia.