Bawaslu PilkadaAnggota Bawaslu RI, Puadi. Sumber (foto: Humas Bawaslu)

Kabasurau.co.id. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengimbau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera menyesuaikan Undang-Undang Pilkada setelah keluarnya putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK). Permintaan ini disampaikan oleh Anggota Bawaslu RI, Puadi, melalui keterangan resminya pada Sabtu (24/8/2024).

Menurut Puadi, “Apabila MK mengeluarkan putusan yang memerlukan perubahan atau penyesuaian, maka lembaga pembuat undang-undang harus segera mengambil langkah untuk merevisi UU tersebut agar sejalan dengan putusan MK.”

Selain itu, Bawaslu juga telah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mematuhi dan melaksanakan keputusan MK dengan menyesuaikan Peraturan KPU (PKPU) No. 8 Tahun 2024 tentang pencalonan pilkada. Penyesuaian ini penting agar tata cara dan prosedur pencalonan sesuai dengan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024.

Puadi menegaskan bahwa Bawaslu akan aktif mengawasi dan berpartisipasi dalam rapat konsultasi mengenai revisi PKPU 8 Tahun 2024 di DPR. “Putusan MK bersifat final dan mengikat. Semua pihak, termasuk lembaga negara, wajib menghormati dan melaksanakan keputusan MK,” ujar Puadi.

Sebelumnya, pada Kamis (22/8/2024), Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memastikan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada dibatalkan dan putusan MK mengenai pilkada akan diterapkan. Dasco menjelaskan bahwa putusan MK akan berlaku dalam pendaftaran calon kepala daerah pada 27 Agustus 2024. “Keputusan JR (judicial review) MK yang mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora akan diterapkan,” tulis Dasco di akun media sosial X.

Pada Selasa (20/8/2024), MK mengeluarkan dua putusan penting. Pertama Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dengan membatalkan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada dan menyatakan Pasal 40 ayat (1) inkonstitusional bersyarat.

Kemudian Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menegaskan bahwa syarat usia calon kepala daerah harus dihitung sejak penetapan pasangan calon, bukan saat pelantikan sebagai kepala daerah.

Putusan tersebut juga memungkinkan partai politik tanpa kursi di DPRD untuk mencalonkan kepala daerah, dengan syarat diukur dari hasil perolehan suara sah dalam pemilu daerah, berkisar antara 6,5 hingga 10 persen.