Menyalahkan PenguasaIlustrasi. (Foto: Freepik)

Di tengah gejolak sosial dan politik, sering kali kita terfokus pada kesalahan para pemimpin dan penguasa. Namun, apakah kita pernah merenungkan bahwa kondisi mereka adalah cerminan dari diri kita sendiri? Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal di Rumaysho.com, ulama-ulama terkemuka seperti Ibnu Abil ‘Izz dan Ibnu Qayyim Al Jauziyah mengingatkan kita untuk introspeksi diri sebelum menyalahkan orang lain, terutama penguasa. Nasehat mereka mengajak kita untuk berbenah, karena perubahan yang hakiki dimulai dari diri sendiri.

Ibnu Abil ‘Izz menegaskan pentingnya ketaatan kepada pemimpin, meskipun mereka berlaku zalim. Menurutnya, keluar dari ketaatan justru dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Bersabar terhadap kezaliman pemimpin tidak hanya menghapus dosa, tetapi juga melipatgandakan pahala. Dalam pandangan beliau, kezaliman pemimpin terjadi karena adanya kerusakan dalam diri kita. Oleh karena itu, kita perlu memperbaiki diri melalui istighfar, taubat, dan evaluasi amalan.

Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura [42] : 30).

Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah memperkuat pandangan ini dengan mengatakan bahwa kondisi rakyat mencerminkan kondisi pemimpin mereka. Jika rakyat berlaku adil, pemimpin pun akan berlaku adil. Sebaliknya, jika rakyat berbuat zalim, maka pemimpin mereka juga akan bertindak zalim. Ketika rakyat mulai rusak, pemimpin mereka pun akan mengalami kerusakan. Ini adalah konsekuensi dari hikmah Allah yang Maha Bijaksana.

Kisah pada masa pemerintahan Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu juga memberikan pelajaran penting. Ketika seseorang bertanya mengapa pada zamannya banyak terjadi pertengkaran dan fitnah, sedangkan pada zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak, Ali menjawab bahwa rakyat pada zaman Nabi adalah sahabat-sahabat terbaik, sementara pada zamannya adalah rakyat yang berbeda kualitasnya.

Untuk mengubah keadaan kaum Muslimin menjadi lebih baik, Ibnu Qayyim mengingatkan agar setiap individu mengoreksi dan mengubah diri sendiri terlebih dahulu. Perubahan yang hakiki harus dimulai dari perbaikan aqidah, ibadah, akhlaq, dan muamalah.

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’du [13] : 11).

Nasehat ini mengajak kita untuk merenung dan introspeksi diri sebelum menyalahkan orang lain, terutama penguasa, bahwa perbaikan masyarakat dan negara dimulai dari diri kita sendiri. Mengubah pemimpin bukanlah solusi utama, melainkan mengubah diri kita menuju kebaikan yang hakiki.

Artikel ini telah disadur ulang oleh redaksi kabasurau.co.id.