New York – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengesahkan resolusi yang mendukung Deklarasi New York, dokumen hasil konferensi internasional yang digelar di Markas Besar PBB pada Juli lalu. Sebanyak 142 negara memberikan suara setuju terhadap naskah tersebut, sementara 10 negara menolak dan 12 lainnya memilih abstain.

Deklarasi ini merupakan hasil inisiatif bersama Prancis dan Arab Saudi, yang memfasilitasi konferensi tingkat tinggi terkait konflik di Gaza dan prospek solusi dua negara (two-State solution).

Peta Jalan Solusi Dua Negara

Duta Besar Prancis untuk PBB, Jérôme Bonnafont, menyebut Deklarasi New York sebagai “peta jalan tunggal untuk mewujudkan solusi dua negara.” Isi deklarasi antara lain:

1. Perang di Gaza harus segera diakhiri. Kami menyatakan dukungan atas upaya Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat untuk segera mendorong para pihak kembali melaksanakan perjanjian gencatan senjata di semua tahapannya.

2. Kami menuntut pengiriman bantuan kemanusiaan yang segera, aman, tanpa syarat, dan tanpa hambatan dalam skala besar melalui semua penyeberangan dan di seluruh Jalur Gaza, berkoordinasi dengan PBB dan ICRC serta sejalan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan

3. Gaza adalah bagian integral dari Negara Palestina dan harus bersatu dengan Tepi Barat. Tidak boleh ada pendudukan, pengepungan, pengurangan wilayah, atau pemindahan paksa.

4. Tata kelola, penegakan hukum, dan keamanan di seluruh wilayah Palestina harus sepenuhnya berada di tangan Otoritas Palestina. Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka.

5. Kami mendukung implementasi mendesak rencana rekonstruksi Arab-OKI untuk memungkinkan pemulihan dan rekonstruksi dini di Jalur Gaza, sekaligus memastikan warga Palestina tetap berada di tanah mereka.

6. Setelah gencatan senjata, sebuah komite administratif transisi harus segera dibentuk untuk beroperasi di Gaza di bawah naungan Otoritas Palestina.

7. Kami mendesak Negara-negara Anggota, Perserikatan Bangsa-Bangsa, badan-badannya, dan organisasi-organisasi internasional untuk menyediakan sumber daya dan bantuan dalam skala besar guna mendukung pemulihan dan rekonstruksi, termasuk melalui Dana Perwalian Rekonstruksi Internasional yang didedikasikan untuk tujuan tersebut.

8. Kami mendukung pengerahan misi stabilisasi internasional sementara atas undangan Otoritas Palestina dan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa serta sejalan dengan prinsip-prinsip PBB, dengan membangun kapasitas PBB yang ada, yang akan diamanatkan oleh Dewan Keamanan PBB, dengan dukungan regional dan internasional yang memadai.

9. Kami berkomitmen untuk mendukung pemerintah Palestina dan pasukan keamanan Palestina, melalui program pendanaan dari mitra regional dan internasional, dengan pelatihan, peralatan, pemeriksaan, dan konsultasi yang memadai, berdasarkan pengalaman misi-misi seperti USSC, EUPOLCOPPS & EUBAM Rafah.

10.  Kami menegaskan kembali dukungan teguh kami, sesuai dengan hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan, terhadap pelaksanaan solusi dua negara, di mana dua negara yang demokratis dan berdaulat, Palestina dan Israel, hidup berdampingan secara damai dan aman di dalam perbatasan mereka yang aman dan diakui berdasarkan garis tahun 1967, termasuk yang berkaitan dengan Yerusalem.

Suara Pro dan Kontra

Israel termasuk di antara 10 negara yang menolak resolusi tersebut, bersama Amerika Serikat, Argentina, Hungaria, Mikronesia, Nauru, Palau, Papua Nugini, Paraguay, dan Tonga.

Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menilai deklarasi itu bias dan kontraproduktif. “Deklarasi sepihak ini tidak akan dikenang sebagai langkah menuju perdamaian, melainkan sebagai gestur kosong yang melemahkan kredibilitas Majelis Umum,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa Hamas adalah pihak yang paling diuntungkan dari dukungan tersebut.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menegaskan kembali pentingnya implementasi solusi dua negara. “Pertanyaan sentral bagi perdamaian Timur Tengah adalah terwujudnya dua negara merdeka, berdaulat, dan demokratis—Israel dan Palestina—yang hidup berdampingan dalam damai dan aman,” katanya.

Latar Belakang

Konferensi internasional yang melahirkan Deklarasi New York berlangsung pada Juli lalu di tengah perang yang berkecamuk di Gaza dan semakin suramnya prospek solusi dua negara. Resolusi Majelis Umum ini diharapkan menjadi landasan baru dalam upaya diplomatik internasional guna mengakhiri konflik panjang Israel-Palestina.

Selengkapnya di : https://onu.delegfrance.org/new-york-declaration