Menunggu seseorang yang tak pernah menyelipkan nama dalam doanya sering kali hanya berujung pada kecewa. Kita menjaga dalam sujud, namun nama kita tak pernah singgah di langit harapannya.
Banyak yang percaya waktu bisa menyatukan dua jiwa, padahal waktu justru kerap membuktikan dusta. Sebab, cinta yang tak diarahkan kepada Allah ﷻ perlahan akan hancur dalam sunyi dan kecewa.
Menunggu pun menjadi lara. Bukan karena lamanya waktu, melainkan karena arah tak pernah saling bersua. Saat ia berlari mengejar dunia, kita justru diam menanti cahaya dari-Nya. Hingga akhirnya kita paham, apa yang dikejar tak selalu semestinya, dan apa yang ditunggu bisa jadi hanyalah ujian dari Sang Pencipta.
Allah ﷻ menegaskan dalam firman-Nya:
وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ خَيْرٌۭ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ شَرٌّۭ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 216)
Tak perlu menangisi seseorang yang tak membawa nama kita dalam istikharahnya. Tak perlu pula memaksa hati yang takut kehilangan ridha Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا اتِّقَاءَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا أَعْطَاكَ اللَّهُ خَيْرًا مِنْهُ
“Sesungguhnya engkau tidak meninggalkan sesuatu karena Allah ‘Azza wa Jalla, melainkan Allah akan memberikan kepadamu yang lebih baik darinya.”
(HR. Ahmad, no. 20739)
Cinta sejati akan menumbuhkan ketaatan, bukan menjerumuskan dalam nestapa. Jika ia memilih arah yang berbeda, biarkan saja.
Ibnul Qayyim rahimahullah pernah berkata:
“Barangsiapa yang menjadikan Allah sebagai tujuan cintanya, maka segala sesuatu selain-Nya akan tunduk mengikutinya. Namun, barangsiapa yang hatinya terpaut pada selain Allah, maka ia akan lelah, kecewa, dan penuh penyesalan.”
(Madarijus Salikin, 3/9)
Inilah hakikat cinta sejati dalam Islam. Cinta sejati adalah cinta yang membawa kita semakin dekat kepada Allah ﷻ, bukan cinta yang melalaikan, apalagi menjauhkan kita dari-Nya. Cinta yang benar tidak membuat hati resah dalam penantian, tetapi menguatkan jiwa dengan ketundukan. Sebab, siapa pun yang Allah takdirkan untuk kita, tidak akan pernah meleset dari genggaman takdir-Nya.
Karena bukan dia penentu bahagiamu, melainkan Dia yang telah menulis takdirmu dengan penuh kebijaksanaan.
Kelak, akan datang seseorang yang bukan hanya menjaga, tetapi juga menemani menuju kehidupan yang bermakna. Ia hadir bukan sekadar menjadi pelengkap, tetapi menjadi penuntun dalam ketaatan, berjalan bersama menuju ridha Allah ﷻ. Dan di sanalah cinta menemukan makna yang sebenarnya: bukan sekadar memiliki, melainkan saling menuntun menuju surga.
Artikel ini diterbitkan pertama kali di http://www.kabasurau.co.id