Adab Guru

Adab Guru terhadap dirinya, terdiri dari 12 Bagian:

Sebelumnya, penulis telah memaparkan 2 bagian adab guru terhadap dirinya, yakni Bagian Pertama  selalu merasa diawasi oleh Allah ta’ala tatkala sendirian dan bersama orang lain, dan Bagian Kedua hendaknya ia menjaga dan memelihara ilmu tersebut sebagaimana dulu para ulama salaf menjaganya, dan hendaknya ia menegakkan ilmu tersebut sebagaimana Allah ta’ala telah menjaga kewibaan dan kemuliaan Ilmu.

Selanjutnya bagian ketiga: Hendaknya seorang yang berilmu berakhlak dengan akhlak yang zuhud di dalam perkara dunia dan berusaha sebisa mungkin untuk menguranginya agar tidak memudhoratkan diri dan keluarga nya. Sebab derajat yang paling rendah dari seorang yang berilmu adalah memiliki kecintaan terhadap dunia.

Bagian keempat: Hendaknya ia membersihkan ilmu nya dari hal-hal yang dapat mendatangkan keperluan dunia, seperti kedudukan, harta, popularitas, pelayanan dan lainnya.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: ajarkanlah ilmu ini dan jangan sandarkan kepadaku walau hanya satu huruf.

Hal ini merupakan sebagai bentuk membersihkan diri dari sifat tamak terhadap harta dan ingin dilayani. Bahwasanya Mansur tidak meminta tolong dengan sesuatu kepada orang lainnya walaupun ia membutuhkannya.

Bagian kelima: Hendaknya ia membersihkan diri dari profesi yang rendah, kemudian dari hal-hal yang makruh secara umum dan secara syariat, seperti membekam, menyamak kulit hewan, tukar uang (money changer), pandai besi dan perak, juga hendaknya menjauhkan diri dari tempat-tempat yang menyebabkan datang nya tuduhan atau prasangka buruk dari orang lain, seperti mendatangi warnet yang membuat orang bertanya-tanya.

Apabila seorang berlilmu tersebut diketahui memakasuki tempat-tempat yang tidak sepantasnya, seperti memasuki warnet karena ada keperluan ingin bertemu dengan yang punya warnet, maka seorang berlilmu hendaknya menjelaskan kepada orang lain apa maksud dan tujuannya tersebut.

Hal ini dilakukan agar orang-orang tidak berdosa karena berburuk sangka kepadanya, atau lari darinya sehingga orang-orang tidak ingin mengambil ilmunya. Kemudian supaya tidak terjadi pembenaran atas fatwa orang-orang yang jahil yang membolehkan sesuatu karena melihat kita melakukannya.

Sebagaimana Sabda Rasulullah ﷺ kepada dua orang laki-laki yang mana mereka melihat Rasulullah bersama shofiah. Dalam hadist:

عَنْ صَفِيَّةَ ابْنَةِ حُيَىٍّ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مُعْتَكِفًا ، فَأَتَيْتُهُ أَزُورُهُ لَيْلاً فَحَدَّثْتُهُ ثُمَّ قُمْتُ ، فَانْقَلَبْتُ فَقَامَ مَعِى لِيَقْلِبَنِى . وَكَانَ مَسْكَنُهَا فِى دَارِ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ ، فَمَرَّ رَجُلاَنِ مِنَ الأَنْصَارِ ، فَلَمَّا رَأَيَا النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – أَسْرَعَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « عَلَى رِسْلِكُمَا إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَىٍّ » . فَقَالاَ سُبْحَانَ اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِى مِنَ الإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ ، وَإِنِّى خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِى قُلُوبِكُمَا سُوءًا – أَوْ قَالَ – شَيْئًا »

Dari Shofiyah binti Huyay, ia berkata, “Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang beri’tikaf, lalu aku mendatangi beliau. Aku mengunjunginya di malam hari. Aku pun bercakap-cakap dengannya. Kemudian aku ingin pulang dan beliau berdiri lalu mengantarku. Kala itu rumah Shofiyah di tempat Usamah bin Zaid. Tiba-tiba ada dua orang Anshar lewat. Ketika keduanya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka mempercepat langkah kakinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Pelan-pelanlah, sesungguhnya wanita itu adalah Shofiyah binti Huyay.” Keduanya berkata, “Subhanallah, wahai Rasulullah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah. Aku khawatir sekiranya setan itu menyusupkan kejelekan dalam hati kalian berdua.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 3281 dan Muslim no. 2175).

===========================

Di syarh dari Kitab Ta’lim tadzkirah Assami’ wal Mutakallim Fii Adabil ‘Alim wal Muta’allim bersama Buya Muhammad Elvi syam Lc. MA. Bab kedua : Adab seorang ‘alim (berilmu) didalam dirinya sendiri dan mengawasi muridnya dan pelajarannya. Kajian Hari Ahad, 24 Oktober 2021 di Masjid Al-Hakim.

Ditulis: Rahmat Ridho S.Ag | Editor: Syaugi