Kabasurau.co.id. Masjid Asasi, yang terletak di Kelurahan Sigando, Kecamatan Padang Panjang Timur, dikenal sebagai masjid tertua dan pertama di Nagari Gunuang serta Kota Padang Panjang. Masjid ini awalnya dikenal dengan nama Surau Gadang, yang kemudian dibangun menjadi masjid oleh masyarakat dari empat nagari: Nagari Gunuang, Paninjauan, Jaho, dan Tambangan pada tahun 1685. Pada tahun 1702, masjid ini diresmikan dengan nama Masjid Asasi.
Pada masa lalu, Masjid Asasi Padang Panjang ini merupakan pusat kegiatan ibadah bagi penduduk dari empat nagari setiap Jumat. Namun, seiring perkembangan zaman, setiap nagari kini telah memiliki masjid sendiri. Di Nagari Gunuang terdapat empat masjid, yaitu Masjid Taqwa Ngalau, Masjid Nurul Huda Ganting, Masjid Nurul Iman Ekor Lubuk, dan tentu saja Masjid Asasi. Keempat masjid ini berada di bawah pengawasan Tuanku Ampek Jurai, yang berfungsi seperti majelis ulama, terdiri dari imam dan khatib di setiap masjid.
Menurut Azhar Nur, seorang tokoh sepuh Masjid Asasi, “Bangunan Masjid Asasi ini didukung oleh sembilan tiang, dengan satu tiang utama dan delapan tiang penyangga di sekelilingnya. Semua tiang ini masih asli sejak pertama kali dibuat, dan ada juga pahatan-pahatan lama dari surau yang masih tersisa.”
Azhar menjelaskan bahwa ukiran pada masjid ini mencerminkan tiga aliran budaya berbeda: Hindu, Cina, dan Minangkabau, meskipun saat ini sebagian telah dirombak. “Ukiran yang berwarna kemerahan diubah pada tahun 1925 oleh Pakiah Tailan dari Nagari Paninjauan. Ukiran yang masih asli adalah yang terbuat dari tanah liat, bukan cat,” jelasnya.
Dulunya, Masjid Asasi menggunakan atap ijuk. Namun, sebelum 1900, atapnya diganti dengan seng berundak tiga tingkat berbentuk limas, dirancang khusus untuk iklim tropis agar air hujan cepat mengalir. “Dulu, masjid ini juga memiliki menara untuk azan, yang terbuat dari seng plat seperti cerobong, karena belum ada pengeras suara,” tambah Imam Masjid Asasi, Aswir Rasyidin Datuak Panjang.
Syekh Sultan Ishak atau Tuanku Daulat, seorang tokoh berpengaruh dari Nagari Gunuang pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18, memainkan peran penting dalam penyebaran ajaran Islam di daerah tersebut.
Pendirian Masjid Asasi juga terkait erat dengan sumber mata air utama di Sigando, yang dikenal sebagai “Bulaan”. Sumber air ini berbentuk kolam berukuran 8 x 10 meter, unik karena mata airnya ditutup dengan kayu jati yang kini telah memfosil.