Pengungsi Rohingya AcehMahfud MD. (Foto: MenkoPolhukam)

Kabasurau.co.id. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, memberikan tanggapan serius terkait Insiden memilukan di Aceh di mana sekelompok mahasiswa secara paksa mengusir pengungsi Rohingya pada Rabu (27/12/2023).

Mahfud MD mengingatkan akan bantuan internasional yang pernah diterima Aceh saat terjadi bencana tsunami pada tahun 2004. Menurutnya, pada masa itu, berbagai negara memberikan bantuan yang signifikan kepada Aceh.

“Aceh dulu terserang Tsunami berbagai dunia, manusia dari berbagai penjuru dunia datang menolong, masak sekarang tidak mau nolong, kan begitu, ya kita tolong,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Kamis (28/12/2023) dikutip dari Infopublik.

Meskipun Indonesia tidak terikat secara langsung dengan konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang pengungsi, Mahfud menegaskan pentingnya memiliki rasa kemanusiaan.

“Kita sendiri tidak terikat dengan konferensi PBB tentang pengungsi yang kemudian membentuk UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) komisi tinggi PBB tentang pengungsi, kita tidak terikat dengan itu. Tapi kita punya ikatan lain yaitu kemanusiaan,” katanya.

Mahfud menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa membiarkan orang yang diusir dari negerinya terkatung-katung. Oleh karena itu, Indonesia harus memberikan pengungsian sementara bagi Rohingya. “Orang kalau diusir tidak bisa pulang ke negerinya daripada terkatung-katung, lalu kita tampung dulu sementara. Nanti dikembalikan melalui PBB, karena yang punya aturan PBB,” paparnya.

Sebelumnya, terjadi demonstrasi sekelompok mahasiswa di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA), lokasi penempatan 137 pengungsi Rohingya. Dalam video yang beredar luas di media sosial, mahasiswa menerobos barikade di basemen dan menyerbu masuk saat para pengungsi sedang melaksanakan salat zuhur. Aksi tersebut membuat para pengungsi panik dan bahkan ada yang menangis histeris akibat sentuhan fisik dan perlakuan kasar yang dilakukan oleh mahasiswa.

Badan PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) turut mengecam tindakan pengusiran paksa yang dilakukan oleh mahasiswa di Aceh. Menurut UNHCR, insiden tersebut diwarnai oleh ujaran kebencian, misinformasi, dan kampanye negatif di dunia maya yang telah terkoordinasi.

Rohingya, sebagai kelompok etnis minoritas Muslim yang telah tinggal di Myanmar selama berabad-abad, telah mengalami tekanan dan diskriminasi dalam negara mayoritas penduduknya beragama Buddha. UNHCR menegaskan bahwa tindakan pengusiran yang dilakukan terhadap mereka hanya memperparah kondisi trauma dan penderitaan yang mereka alami.

Kejadian ini menunjukkan perluasan isu kemanusiaan yang menjadi sorotan tidak hanya dalam lingkup nasional tetapi juga di mata dunia internasional, menuntut tanggapan yang bijaksana dan bertanggung jawab dari pemerintah serta komunitas global.