Kabasurau.co.id: Jakarta — Pemenuhan konten lokal menjadi salah satu fokus utama dalam pembahasan Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran oleh Komisi I DPR RI. Upaya ini dianggap krusial untuk menekan dominasi tayangan dari luar negeri sekaligus memperkuat kedaulatan informasi di Indonesia. Pembahasan disampaikan dalam Dialog Tematik bertema “Upaya Pemenuhan Konten Lokal di Lembaga Penyiaran”, yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Rabu (22/10/2025) di Jakarta.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Bapak Dave Laksono, menekankan bahwa konten lokal merupakan pilar kedaulatan informasi yang mampu melindungi masyarakat dari dominasi konten asing. “Maka dari itu, apa yang ditampilkan adalah siaran yang memiliki relevansi sosial atau relevan dengan kehidupan, nilai, dan kebutuhan masyarakat,” ujar Bapak Dave Laksono saat menyampaikan materi dialog tematik tersebut.
Menurut Bapak Dave, optimalisasi penayangan konten lokal memerlukan penguatan komunikasi dan kolaborasi, pengawasan yang maksimal, serta peningkatan kapasitas SDM, kualitas konten, dan konsep ruang dialog konten lokal. “Untuk menempuh itu diperlukan kemitraan strategis antara pemerintah dan DPR, khususnya Komisi I, untuk secara berkelanjutan memperkuat kebijakan yang inklusif dan sinergi antara KPI, KPID, dan asosiasi lembaga penyiaran,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPI Pusat, Bapak Ubaidillah, menyoroti pentingnya konten lokal dalam menjaga keberagaman budaya di tengah dominasi arus informasi global. Ia menegaskan bahwa kewajiban 10 persen konten lokal menjadi instrumen untuk menjaga identitas budaya daerah, meskipun pelaksanaannya masih menghadapi kendala teknis dan anggaran. “Hari ini jadi refleksi perlu ada yang dibenahi untuk menguatkan konten lokal dengan penyesuaian yang diperlukan. Mari kita diskusikan dengan pandangan koheren dan obyektif,” ujarnya.
Dalam sesi paparan, KPID dan asosiasi lembaga penyiaran menyampaikan sejumlah kendala, antara lain belum adanya keseragaman definisi konten lokal, keterbatasan anggaran dan SDM, tingginya biaya sewa multiplexing (MUX), perubahan pengaturan IPP per provinsi, serta lemahnya dukungan pemerintah daerah. Kondisi ini menyebabkan konten lokal kerap ditayangkan pada jam dini hari sehingga sulit mencapai target minimal 10 persen.
Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Ibu Aliyah, menawarkan solusi berupa kolaborasi berkelanjutan dengan mahasiswa perguruan tinggi berbasis lembaga, bukan individu. “Biar berlanjut kontennya, jangan perorangan tapi dilembagakan,” tegas Ibu Aliyah. Sementara itu, Bapak Tulus Santoso, Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pausat, menekankan perlunya kebijakan penyiaran baru yang relevan dengan perkembangan teknologi dan kondisi saat ini.
“Kita semua paham bagaimana kondisi yang dihadapi asosiasi, tapi daerah juga butuh informasi yang ada di daerahnya disebarluaskan. Makanya perlu ada relevansi dan titik temu agar demokratisasi penyiaran dengan mewujudkan konten yang beragam terpenuhi. Kehadiran Komisi I di sini diharapkan menjadi amunisi ketika membahas revisi UU Penyiaran,” pungkas Bapak Tulus Santoso.
Dengan diskusi ini, DPR, KPI, KPID, dan lembaga penyiaran diharapkan dapat memperkuat ekosistem konten lokal yang berkualitas, relevan, dan berkelanjutan demi kedaulatan informasi dan keberagaman budaya di seluruh Indonesia.
Reporter: Ilvan | Redaksi: Kabasurau.co.id






