Kabasurau.co.id: Jakarta – Pemerintah Indonesia menegaskan belum akan mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Gaza sebelum adanya mandat resmi dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Hal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri, Bapak Sugiono, di tengah upaya Amerika Serikat menyusun kerangka pembentukan pasukan internasional untuk menjaga stabilitas di wilayah tersebut.
“Memang Indonesia berkomitmen untuk mengirim personel penjaga perdamaian guna membantu situasi di Gaza. Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai rincian ataupun kerangka acuan dari misi tersebut,” ujar Bapak Sugiono dalam konferensi pers di Kuala Lumpur, Selasa (28/10/2025), usai mengikuti serangkaian pertemuan ASEAN.
Ia menambahkan, Indonesia berharap PBB segera mengeluarkan mandat yang menjadi dasar hukum bagi keterlibatan negara-negara anggota dalam misi penjaga perdamaian di Gaza. “Harus ada mandat dari Dewan Keamanan PBB, dan sejauh ini belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersebut,” jelasnya.
Pemerintah Amerika Serikat diketahui tengah merancang pembentukan International Stabilization Force (ISF), pasukan internasional yang akan dikerahkan untuk mencegah konflik berulang antara Israel dan Hamas, melindungi jalur bantuan kemanusiaan, serta mendukung pemerintahan transisi di Gaza. Inisiatif ini merupakan bagian dari rencana perdamaian 20 poin yang diusung Presiden AS, Donald Trump, dengan komitmen menyumbang hingga 200 personel militer.
Sejumlah negara telah menyatakan minat untuk bergabung, termasuk Azerbaijan, Pakistan, dan Indonesia. Presiden Bapak Prabowo Subianto sebelumnya bahkan telah menyampaikan kesiapan Indonesia untuk mengirim lebih dari 20.000 personel dalam pidatonya di Sidang Umum PBB pada September lalu. Meski demikian, hingga kini belum ada kepastian terkait jumlah maupun komposisi pasukan yang akan dilibatkan dalam misi ISF tersebut.
Di sisi lain, Marco Rubio, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, menegaskan pentingnya pembentukan pasukan stabilisasi tersebut dilakukan “secepat mungkin” agar gencatan senjata dapat terus terjaga. “Banyak negara telah menyatakan minat untuk berpartisipasi, baik melalui dana maupun personel, tetapi mereka memerlukan landasan hukum yang jelas, termasuk mandat dari PBB,” ujarnya, Sabtu (25/10/2025).
Menanggapi hal ini, Bapak Sugiono menegaskan bahwa Indonesia belum melakukan pembicaraan langsung dengan pihak Amerika Serikat mengenai mekanisme pelibatan pasukan. “Kami tetap menunggu kejelasan dan akan menyesuaikan dengan kebutuhan jumlah personel yang diminta,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal Bapak Frega Wenas Inkiriwang, menegaskan bahwa Indonesia tidak dapat mengirimkan pasukan tanpa mandat dari PBB. “Setiap misi penjaga perdamaian di negara mana pun harus berdasarkan mandat PBB serta persetujuan dari negara tuan rumah. Jadi meskipun kita sudah menyiapkan personel, kita tidak bisa bertindak secara sepihak,” tegasnya di Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Menurut Bapak Frega, sejumlah instansi telah melakukan koordinasi persiapan, termasuk Kementerian Luar Negeri dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Namun, langkah-langkah operasional akan tetap menunggu keputusan resmi dari lembaga internasional tersebut.
Para pengamat hubungan internasional juga mengingatkan agar Indonesia berhati-hati dalam berpartisipasi di misi ISF tanpa dukungan resmi dari PBB. Menurut mereka, keterlibatan tanpa mandat akan berisiko menurunkan legitimasi hukum, mengancam keselamatan personel, dan menimbulkan persepsi negatif terkait netralitas pasukan di mata pihak yang bertikai.
Sementara itu, situasi di Gaza masih rapuh meski gencatan senjata antara Israel dan Hamas telah berlangsung sejak 10 Oktober 2025. Israel dilaporkan kembali melancarkan serangan udara pada Selasa malam (28/10/2025) setelah seorang tentaranya tewas akibat serangan militan Palestina.
Pemerintah Israel menegaskan bahwa mereka akan tetap mempertahankan perjanjian gencatan senjata, namun akan memberikan respons tegas terhadap setiap pelanggaran. Di sisi lain, Hamas membantah tuduhan melanggar perjanjian tersebut.
Menanggapi ketegangan tersebut, Presiden AS, Donald Trump, menyatakan bahwa gencatan senjata masih tetap berlaku dan tidak berada dalam risiko. “Jika ada serangan terhadap Israel, mereka berhak membalas. Tidak ada yang akan menggoyahkan perjanjian damai ini,” ujarnya kepada wartawan di pesawat kepresidenan Air Force One.
Pernyataan para pemimpin dunia ini menegaskan bahwa perdamaian di Gaza masih rapuh dan membutuhkan dukungan nyata komunitas internasional. Indonesia, melalui pendekatan diplomatik dan komitmen kemanusiaan, terus menegaskan sikap konsistennya dalam mendukung penyelesaian damai dan melindungi warga sipil Palestina di bawah payung hukum internasional.
Reporter: Ilvan | Redaksi: Kabasurau.co.id






