Islam menekankan pentingnya introspeksi diri (muhasabah) dan larangan keras untuk berprasangka buruk atau mencari-cari kesalahan orang lain. Inilah sikap yang dapat menjaga hati tetap bersih, memperkuat ukhuwah, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Menghindari Prasangka Buruk
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
Ayat ini menegaskan bahwa prasangka buruk dapat menjerumuskan pada dosa besar. Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, ayat ini adalah peringatan agar seorang Muslim menjaga lisan dan hati dari tuduhan yang tidak berdasar, karena prasangka buruk adalah pintu fitnah.
Larangan Mencari-Cari Kesalahan
Rasulullah ﷺ bersabda:
Hadis ini menunjukkan bahwa Islam menginginkan terciptanya persaudaraan yang tulus. Mengorek aib orang lain adalah perbuatan yang justru merusak keharmonisan sosial. Imam Al-Ghazali menyebutkan dalam Ihya Ulumuddin, orang yang sibuk mencari aib orang lain sama seperti orang yang lupa membersihkan kotoran dalam rumahnya sendiri, tapi sibuk memperhatikan kotoran di rumah tetangga.
Kisah di Zaman Nabi ﷺ: Fitnah Terhadap Aisyah RA
Salah satu pelajaran penting dalam sejarah Islam adalah peristiwa Ifk (fitnah besar) yang menimpa Ummul Mukminin, Aisyah رضي الله عنها.
Dalam perjalanan pulang dari salah satu peperangan, Aisyah رضي الله عنها tertinggal dari rombongan. Ia kemudian ditemukan oleh seorang sahabat, Shafwan bin Al-Mu‘aththal, yang mengantarnya kembali ke Madinah. Namun, kaum munafik menyebarkan fitnah bahwa Aisyah telah berbuat serong.
Berita bohong itu menyebar luas, hingga sebagian kaum Muslimin hampir terpengaruh oleh isu tersebut. Rasulullah ﷺ sendiri menunggu wahyu Allah sebelum mengambil keputusan. Hingga akhirnya turun ayat:
Peristiwa ini menjadi pelajaran abadi bahwa prasangka buruk dan kabar tanpa bukti dapat menghancurkan kehormatan seseorang. Allah menegur orang-orang yang ikut menyebarkan isu tanpa memastikan kebenaran.
Teladan Umar bin Khattab RA dalam Menghindari Prasangka
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Umar bin Khattab melihat seseorang sedang minum dari wadah yang mencurigakan. Sebagian orang menyangka ia sedang minum khamar. Umar kemudian mendekatinya untuk memastikan. Setelah diteliti, ternyata yang diminum hanyalah air biasa.
Mendengar kabar itu, Umar berkata kepada orang-orang:
"Sesungguhnya prasangka itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah sekali-kali kalian berprasangka buruk tanpa bukti yang nyata."
Dalam riwayat lain, Umar juga pernah berkata:
"Janganlah kamu berprasangka buruk terhadap ucapan yang keluar dari mulut saudaramu, selama engkau masih mendapatkan kemungkinan yang baik darinya."
Ini adalah prinsip agung dalam menjaga ukhuwah: selama masih ada kemungkinan baik, seorang Muslim harus mendahulukan husnuzan (prasangka baik), bukan suuzan (prasangka buruk).
Pentingnya Introspeksi Diri
Allah ﷻ berfirman:
Seorang mukmin yang sibuk dengan muhasabah akan lebih berhati-hati dalam berbicara, berpikir, dan bersikap terhadap orang lain.
Membangun Sikap Bijak dan Rendah Hati
Rasulullah ﷺ bersabda:
Ibnul Qayyim menegaskan, siapa yang sibuk dengan aib dirinya, ia tidak akan punya waktu untuk mencela orang lain. Sebaliknya, siapa yang sibuk menyoroti orang lain, ia akan lalai memperbaiki dirinya.
Kesimpulan
Menyadari keburukan diri sendiri dan menahan diri dari menghakimi orang lain adalah kunci hidup harmonis dalam Islam. Fitnah terhadap Aisyah رضي الله عنها dan teladan Umar bin Khattab menjadi bukti nyata bahwa prasangka buruk dan kabar tanpa dasar bisa menimbulkan kerusakan besar dalam masyarakat.
Sebaliknya, dengan introspeksi diri, sikap rendah hati, dan bijak dalam berinteraksi, kita akan lebih mudah menemukan kedamaian batin serta membangun hubungan yang berkualitas dengan sesama.
Semoga Allah ﷻ senantiasa memberi kita kekuatan untuk memperbaiki diri, menjaga lisan, dan menjauhi prasangka buruk. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Artikel ini pertama kali diterbitkan di www.kabasurau.co.id