Dalam pertemuan yang berlangsung hangat tersebut, ARTVISI menyoroti pentingnya peran radio dan televisi berbasis Islam dalam memberikan pemahaman keislaman kepada masyarakat Indonesia. Meskipun di era digital radio kerap dianggap kurang relevan, ARTVISI memandang media tersebut masih strategis sebagai sarana dakwah dan penguat stabilitas kebangsaan.
Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa dalam kode etik tersebut terdapat ketentuan untuk menghindari penggunaan kata seperti kafir, sesat, dan bid’ah secara berulang, serta larangan menghina golongan atau tokoh lain. ARTVISI, katanya, juga berkomitmen untuk tunduk sepenuhnya terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI Tahun 2012.
Audiensi ini dihadiri oleh jajaran Komisioner KPI Pusat, antara lain Ketua KPI Pusat Bapak Ubaidillah, Koordinator Bidang Kelembagaan Bapak I Made Sunarsa, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Bapak Tulus Santoso, dan Anggota Bidang Kelembagaan Ibuk Mimah Susanti. Dalam sambutannya, Bapak Ubaidillah menyampaikan apresiasi atas kontribusi ARTVISI dalam memberikan pemahaman keagamaan yang menyejukkan bagi masyarakat.
Selain itu, Bapak Ubaidillah berharap agar anggota ARTVISI dapat berpartisipasi dalam ajang Anugerah KPI. “Kami ingin ARTVISI ikut berkompetisi dan menunjukkan kualitas penyiaran Islam yang unggul di kancah nasional,” tambahnya.
Menanggapi hal itu, Bapak Tulus Santoso mengingatkan pentingnya mematuhi ketentuan tentang pemutaran lagu kebangsaan Indonesia Raya di awal siaran dan lagu nasional pada penutupan siaran. Ia juga menekankan agar narasumber dalam program keagamaan memiliki kompetensi keilmuan yang teruji dan, bila memungkinkan, telah tersertifikasi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menjawab hal tersebut, Buya Muhammad Elvi Syam, Lc., MA menjelaskan bahwa siaran ARTVISI berfokus pada dakwah Islam yang tidak hanya berupa ceramah, melainkan juga disampaikan melalui berbagai format program. Ia menegaskan bahwa ARTVISI memahami batasan regulatif dalam penyiaran dan melakukan pendalaman materi secara offline bersama para ulama. “Kami tetap menjaga variasi konten, termasuk menghadirkan hiburan yang sesuai nilai Islam. Lagu kebangsaan Indonesia Raya selalu kami putar di awal siaran tanpa musik, sebagaimana tradisi saat upacara di sekolah,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa para narasumber di ARTVISI telah memiliki sertifikat da’i, baik dari MUI maupun lembaga keagamaan lain yang kredibel. “Tidak semua ustadz bisa mengisi di media penyiaran. Kami pastikan kompetensi dan akhlak mereka layak untuk tampil,” imbuh Buya Elvi.
Dalam kesempatan tersebut, Ibuk Mimah Susanti menyoroti pentingnya perlindungan anak dan perempuan dalam program siaran. Ia meyakini bahwa dampak positif dakwah Islam akan terasa dalam jangka panjang. “Konten dakwah yang baik bukan hanya membentuk generasi hari ini, tapi juga mempersiapkan generasi Indonesia Emas 2045,” tuturnya.Sebagai penutup, Bapak Ubaidillah mengingatkan tentang pentingnya kepatuhan terhadap regulasi iklan, terutama terkait produk herbal yang ditayangkan oleh 91 lembaga penyiaran anggota ARTVISI di seluruh Indonesia. “Produk herbal yang diiklankan harus memiliki izin dari BPOM. Ini bukan untuk membatasi, tapi sebagai bentuk perlindungan publik,” tegasnya.
Audiensi ini diakhiri dengan semangat kebersamaan antara KPI Pusat dan ARTVISI untuk terus memperkuat kolaborasi. Keduanya sepakat membangun ekosistem penyiaran Islam yang profesional, beretika, dan berorientasi pada kemaslahatan umat di tengah derasnya arus digitalisasi media.
Reporter: Ilvan | Redaksi: Kabasurau.co.id