Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ads

Kepadamu, Yang Senantiasa Menggenggam Hatiku: Menemukan Arti Cinta dalam Keikhlasan

 

Oleh: Muhammad Okta Ilvan | kabasurau.co.id

“Ada nama yang tak pernah kupanggil, namun diam-diam menetap di sanubari.
Ada wajah yang tak pernah kumiliki, namun bayangannya tak pernah pergi.”

Bukan sekadar ungkapan perasaan. Ia adalah ziarah batin menuju ruang paling sunyi dalam jiwa — tempat cinta tumbuh tanpa suara, tetapi berakar dalam iman.
Cinta yang tak dimiliki bukan cinta yang gagal; ia adalah madrasah keikhlasan, tempat jiwa belajar menerima, bersabar, dan berserah.


Cinta Sebagai Fitrah

Allah ﷻ berfirman:

“وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً”
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kalian kasih dan sayang.”
(QS. Ar-Rum: 21)

Cinta adalah ayat dari Allah — tanda kebesaran-Nya di dalam hati manusia. Namun, tidak setiap rasa dimaksudkan untuk dimiliki. Sebagian ditumbuhkan agar kita belajar ikhlas.

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata,

“Cinta sejati adalah cinta yang menuntunmu kepada Allah, bukan menjauhkanmu dari-Nya.”


Ketika Cinta Menjadi Dzikir

“Kepadamulah semua lirih ini bermuara, seakan semesta tahu,
engkaulah rahasia yang menenangkan jiwaku...”

Cinta sejati membawa ketenangan, bukan kegelisahan.
Allah ﷻ berfirman:

“أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ”
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)

Ketika cinta disalurkan melalui doa, bukan nafsu; ketika rindu dititipkan kepada Allah, bukan kepada pertemuan — di situlah cinta berubah menjadi ibadah.
Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim)


Sabar dalam Rindu: Teladan dari Nabi Ya’qub

“Aku pernah tenggelam dalam resah, namun tatapmu menumbuhkan pasrah.”

Nabi Ya’qub ‘alaihissalam pernah merasakan rindu yang dalam kepada putranya, Yusuf. Namun, beliau tidak menumpahkan resah dengan amarah, melainkan dengan doa dan sabar.

Allah ﷻ berfirman:

“فَصَبْرٌ جَمِيلٌ ۖ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ”
“Maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku. Dan Allah sajalah tempat memohon pertolongan atas apa yang kalian ceritakan.”
(QS. Yusuf: 18)

Begitulah cinta yang sejati — tidak menuntut kepemilikan, tetapi menyerahkan segalanya kepada kehendak Allah.


Menjaga Rasa dalam Doa

“Ada doa yang kutitipkan pada malam yang basah,
ada rindu yang kusimpan dalam diam yang payah.”

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Doa adalah ibadah.”
(HR. Tirmidzi)

Mencintai dalam diam adalah bentuk tertinggi dari kesucian rasa.
Lihatlah kisah Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra. Ali menyimpan perasaannya dengan terhormat, hingga Allah sendiri yang menautkan keduanya dalam pernikahan yang penuh berkah.

Cinta yang dijaga dengan doa akan membawa keberkahan, bukan luka.


Ikhlas: Arti dari Setiap Cinta

Imam Hasan al-Bashri rahimahullah berkata:

“Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan menahan karena Allah, maka sempurnalah imannya.”

Ikhlas mengubah cinta menjadi dzikir. Ia tidak lagi menjadi beban, tetapi menjadi cahaya yang menuntun hati untuk semakin dekat kepada Sang Pencipta.


Takdir dan Berserah: Jalan Pulang Setiap Cinta

“Maka kutitipkan rahasia ini pada semesta,
kutitipkan rinduku pada Dia yang menggenggam segala asa.”

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Ketahuilah, apa yang menimpamu tidak akan meleset darimu,
dan apa yang meleset darimu tidak akan menimpamu.”
(HR. Tirmidzi)

Cinta yang tidak berbalas tetap bernilai. Ia menjadi bukti bahwa hati masih hidup, masih bisa bergetar oleh kasih-Nya.
Seperti kisah Zulaikha yang akhirnya mengenal Allah melalui cinta kepada Yusuf. Ketika ia bertobat, cintanya menjadi ibadah, bukan lagi hasrat duniawi.


Doa: Bahasa Cinta yang Paling Murni

“Semoga Allah senantiasa menjagamu,
duhai seseorang yang berhasil menyekap hatiku.”

Ibnu al-Jawzi berkata:

“Ketika cinta membuatmu taat, maka ia rahmat. Tapi ketika cinta menyeretmu pada maksiat, maka ia fitnah.”

Rasulullah ﷺ menegaskan:

“Doa seorang Muslim untuk saudaranya tanpa sepengetahuannya akan dikabulkan. Di atas kepalanya ada malaikat yang berkata: ‘Amin, dan untukmu juga seperti itu.’”
(HR. Muslim)

Maka mendoakan seseorang tanpa berharap balasan adalah tanda kematangan iman.
Cinta seperti itu tidak sia-sia — karena setiap doa akan kembali kepada hati yang tulus dengan pahala dan ketenangan.


Cinta Sebagai Jalan Pulang

“Aku percaya, rasa yang lahir dari doa adalah rasa yang paling tulus —
rasa yang tak lekas, rasa yang tak pernah lepas.”

Cinta yang tidak dimiliki bukan akhir, melainkan awal dari perjalanan menuju Allah.
Ia mengajarkan kita bahwa hakikat mencintai adalah melepaskan dengan tenang, percaya bahwa setiap rasa punya takdirnya sendiri.

Cinta seperti ini bukan kehilangan, tapi jalan pulang
menuju Dia yang menanamkan rasa, dan hanya kepada-Nya semua cinta bermuara.


Artikel ini pertama kali diterbitkan di www.kabasurau.co.id

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram Surau TV, Klik : WA Grup & Telegram Channel

Bottom Post Ads

Copyright © 2025 - Kabasurau.co.id | All Right Reserved