Militer Israel dalam pernyataan resminya mengklaim bahwa serangan itu menargetkan instalasi militer milik Hizbullah. Israel menuduh kelompok tersebut menolak melaksanakan perjanjian pelucutan senjata yang telah disepakati pada tahun sebelumnya. Namun, Hizbullah membantah tudingan itu dan menegaskan tetap mematuhi perjanjian gencatan senjata selama Israel menghormati kedaulatan Lebanon.
Presiden Lebanon, Bapak Joseph Aoun, mengecam keras aksi militer Israel yang disebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional. “Apa yang dilakukan Israel hari ini di Lebanon selatan merupakan kejahatan penuh di bawah hukum humaniter internasional, yang mengkriminalisasi penargetan, teror, dan pemindahan paksa warga sipil,” ujar Bapak Aoun seperti dilansir Al Jazeera. Ia menambahkan, hampir satu tahun sejak gencatan senjata diberlakukan, Israel tidak pernah berhenti menunjukkan penolakannya terhadap setiap upaya penyelesaian damai antara kedua negara.
Serangan besar-besaran pada Kamis itu terjadi tidak lama setelah serangan terpisah di Distrik Tyre, wilayah selatan Lebanon. Berdasarkan laporan Badan Berita Nasional Lebanon (NNA), seorang warga tewas dan delapan lainnya luka-luka di Kota Toura setelah jet tempur Israel menghantam area permukiman padat penduduk. Sementara itu, seorang pria lainnya mengalami luka serius akibat serangan di Tayr Debba, yang juga berada di wilayah Tyre.
Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL) menyoroti bahwa aksi militer Israel mengancam keselamatan warga sipil dan merusak stabilitas kawasan. Dalam pernyataan tertulis, UNIFIL menegaskan bahwa serangan-serangan tersebut memperlemah kemampuan militer Lebanon dalam menegakkan kendali terhadap wilayah dan infrastruktur bersenjata di selatan. “Setiap aksi militer, terutama dalam skala destruktif seperti ini, mengancam keselamatan warga sipil dan merusak kemajuan menuju solusi politik dan diplomatik,” tegas pernyataan UNIFIL.
Amerika Serikat (AS) diketahui terus menekan pemerintah Lebanon agar melanjutkan upaya pelucutan senjata Hizbullah. Namun, Washington dinilai belum mengambil langkah tegas untuk menahan pelanggaran gencatan senjata oleh Israel. Sikap ganda ini mendapat kritik dari sejumlah pengamat yang menilai AS terlalu berpihak pada Israel dalam konflik di Timur Tengah.
Di sisi lain, Hizbullah menolak keras wacana negosiasi politik dengan Israel, menilai langkah itu tidak akan menguntungkan kedaulatan nasional Lebanon. Dalam pernyataan resminya, Hizbullah menegaskan haknya untuk membela diri dari agresi militer Israel. “Kami menegaskan kembali hak sah kami untuk membela diri dari musuh yang memaksakan perang terhadap negara kami dan tidak berhenti melakukan serangan,” ujar perwakilan Hizbullah menanggapi situasi terkini.
Hingga kini, Lebanon dan Israel secara teknis masih berada dalam status perang. Komunikasi antara kedua negara hanya dilakukan melalui mekanisme pemantauan yang dimediasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan melibatkan Prancis dan Amerika Serikat. Pertemuan antarwakil kedua negara berlangsung secara terpisah tanpa perundingan langsung.
Pelanggaran gencatan senjata yang terus berulang memperlihatkan rapuhnya upaya perdamaian antara Israel dan Lebanon. Jika situasi ini tidak segera dikendalikan, kawasan selatan Lebanon berpotensi kembali menjadi medan konflik terbuka yang mengancam stabilitas seluruh Timur Tengah.
Reporter: Ilvan | Redaksi: Kabasurau.co.id






