Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ads

Bullying dan Luka Sunyi Anak-Anak Kita

 


Oleh: Muhammad okta ilvan

(Opini — Kabasurau.co.id)

Ketika ejekan berubah menjadi jerat sunyi yang merenggut nyawa

Bukittinggi — Bullying bukan sekadar olok-olok ringan antar teman. Ia adalah luka sosial yang tak kasat mata, menyelinap dalam tawa, dan perlahan menggerogoti jiwa anak-anak kita. Di ruang kelas, di halaman sekolah, bahkan di dunia maya — banyak anak menanggung penderitaan dalam diam.

Tindakan kekerasan ini bisa muncul dalam berbagai bentuk: verbal, fisik, sosial, bahkan digital. Dampaknya tak hanya sesaat, tetapi bisa menghantui hingga dewasa. Anak korban bullying sering kali kehilangan rasa percaya diri, menarik diri dari lingkungan, dan merasa hidupnya tak lagi berarti.

“Korban bullying umumnya menampilkan tanda-tanda kelelahan emosional — sulit tidur, mudah menangis, dan enggan berinteraksi,” ungkap salah satu psikolog anak di Bukittinggi. “Jika tidak segera ditangani, kondisi ini dapat berkembang menjadi depresi berat.”


Dampak Nyata yang Mengancam Jiwa

Bullying bukan hanya menggores perasaan, tapi juga bisa merenggut nyawa. Di berbagai daerah, kasus bunuh diri akibat bullying menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan dan keluarga.

Di Garut, Jawa Barat, seorang siswa SMAN 6 bernama P (16 tahun) ditemukan meninggal dunia pada 14 Juli 2025. Ia diduga bunuh diri setelah terus-menerus dibully oleh teman dan oknum guru karena dianggap “berbeda”. Kasus ini mengguncang publik dan memaksa pemerintah melakukan evaluasi sistem perlindungan psikososial di sekolah.

Kasus serupa juga terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur, pada 27 Februari 2023. Seorang siswa SD berinisial MR (11 tahun) nekat mengakhiri hidupnya setelah menjadi korban ejekan karena statusnya sebagai anak yatim. Polisi menemukan indikasi kuat bahwa tekanan sosial dan rasa malu menjadi faktor utama keputusan tragis tersebut.

Laporan Pusiknas Polri dan Detik Jatim menyebutkan, kasus semacam ini semakin sering muncul, menunjukkan bahwa bullying sudah bukan lagi sekadar persoalan moral, tapi ancaman nyata terhadap keselamatan anak.

Sementara itu, riset akademik berjudul “Ide Bunuh Diri pada Korban Bullying” dari Universitas Negeri Surabaya (2020) mengungkap bahwa korban bullying mengalami proses psikologis kompleks: dari konflik batin, penolakan sosial, hingga kehilangan makna hidup. Ketika tak ada tempat untuk bersandar, pikiran untuk mengakhiri hidup menjadi pelarian terakhir.


Anak Korban dan Pelaku Sama-Sama Butuh Pertolongan

Ironisnya, bukan hanya korban yang terluka — pelaku pun sebenarnya sedang sakit. Anak yang terbiasa merundung orang lain cenderung tumbuh dengan empati yang tumpul dan perilaku agresif. Jika tak diarahkan sejak dini, mereka berisiko menjadi pelaku kekerasan di masa depan.

Oleh karena itu, intervensi dini adalah kunci. Orang tua, guru, dan masyarakat harus membangun komunikasi terbuka dan lingkungan yang aman. Setiap anak perlu tahu bahwa mereka dicintai dan didengar.

“Bullying hanya bisa dihentikan jika kita berhenti menutup mata,” tegas seorang aktivis pendidikan anak di Sumatera Barat. “Sekolah harus menjadi ruang tumbuh, bukan arena luka.”


Membangun Lingkungan yang Ramah Anak

Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus bergandengan tangan untuk melawan budaya merundung. Edukasi tentang empati, literasi emosi, dan penguatan karakter wajib menjadi bagian dari kurikulum pendidikan dasar.

Selain itu, pengawasan di sekolah dan dunia maya perlu diperkuat. Platform digital harus bertanggung jawab dalam menangani perundungan daring.

Langkah pencegahan juga dapat dimulai dari rumah: mendengarkan anak setiap hari, memahami perubahan perilaku mereka, dan memberi ruang bagi mereka untuk bercerita tanpa takut dihakimi.


Penutup: Menyalakan Harapan di Tengah Luka

Setiap anak berhak tumbuh dalam kasih sayang, bukan ketakutan. Bullying merampas tawa, mimpi, dan kadang nyawa. Saatnya kita berhenti menganggapnya masalah kecil.

Mari ciptakan ruang belajar yang memulihkan, bukan melukai. Lingkungan yang memeluk, bukan mencemooh. Karena di balik setiap senyum anak, ada masa depan bangsa yang harus dijaga bersama.


Redaksi Kabasurau.co.id
Opini ini ditulis untuk mengingatkan pentingnya kepedulian bersama terhadap dampak bullying pada generasi muda Indonesia.

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram Surau TV, Klik : WA Grup & Telegram Channel

Bottom Post Ads

Copyright © 2025 - Kabasurau.co.id | All Right Reserved