Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ads

KPAI Dorong Deteksi Dini dan Penguatan Regulasi untuk Cegah Paham Ekstremisme pada Anak


Kabasurau.co.id: Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merekomendasikan sejumlah langkah strategis guna mencegah penyebaran paham ekstremisme di kalangan anak. Upaya tersebut meliputi deteksi dini, penguatan dukungan psikososial di sekolah, serta pembaruan regulasi dan prosedur penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan.

Komisioner KPAI Klaster Pendidikan, Waktu Luang, dan Budaya, Bapak Aris Adi Leksono, menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden ledakan yang diduga berasal dari rakitan bahan peledak di SMAN 72 Jakarta. Kasus tersebut melibatkan seorang peserta didik yang kini menjadi terduga pelaku. “Peristiwa ini tidak hanya mencederai rasa aman di lingkungan pendidikan, tetapi juga menunjukkan adanya tantangan serius dalam membangun budaya sekolah yang ramah anak dan anti kekerasan,” ujar Bapak Aris dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Menurut Bapak Aris, hasil pemantauan awal menunjukkan bahwa terduga pelaku mengalami perubahan perilaku signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Siswa tersebut diketahui menjadi lebih tertutup dan sering mengakses konten bernuansa radikal di berbagai platform digital. Motif utama tindakan ini diduga merupakan kombinasi antara emosi pribadi yang tidak terkendali dan internalisasi narasi ekstrem yang diperoleh dari ruang digital.

KPAI menilai, media sosial memiliki peran besar dalam memperkuat bias dan mendorong perilaku intoleran di kalangan anak serta remaja. Tanpa literasi digital yang memadai, anak dapat dengan mudah terpapar konten kekerasan, kebencian, dan ideologi ekstrem yang dikemas dengan nilai moral palsu. Bapak Aris menyebut fenomena ini sebagai bentuk “digital grooming ideologis”, yakni proses perekrutan pandangan ekstrem melalui interaksi daring yang tampak ramah dan edukatif.

Untuk mencegah hal serupa, KPAI mengusulkan penguatan sistem peringatan dini (Early Warning System) di sekolah. Sistem ini berfungsi untuk mendeteksi perubahan perilaku peserta didik, seperti kecenderungan mengisolasi diri, menyebarkan ujaran kebencian, atau menunjukkan ketertarikan terhadap konten kekerasan. Langkah tersebut dinilai penting agar sekolah dapat segera melakukan intervensi sebelum perilaku ekstrem berkembang lebih jauh.

Selain itu, KPAI juga mendorong pengembangan dukungan psikososial di sekolah melalui kolaborasi antara guru bimbingan konseling (BK), psikolog, dan orang tua. “Dibutuhkan komunikasi terbuka dan empatik terhadap peserta didik agar mereka merasa didengar dan mendapat ruang aman untuk bercerita,” tutur Bapak Aris.

Dalam bidang literasi digital, KPAI menyerukan kerja sama lintas kementerian, termasuk Kemenkominfo, KemenPPPA, dan Dinas Pendidikan, untuk mengimplementasikan Pendidikan Literasi Digital dan Anti-Kekerasan. Program ini diharapkan dapat membekali siswa dengan kemampuan mengenali serta menolak konten ekstrem di dunia maya.

Lebih lanjut, Bapak Aris menegaskan pentingnya pengawasan media sosial anak oleh sekolah dan orang tua. Pengawasan tersebut harus dilakukan dengan tetap menghormati privasi anak, namun berorientasi pada deteksi dini gejala penyimpangan perilaku daring. Menurutnya, pengawasan yang bijak menjadi bagian dari perlindungan terbaik bagi anak.

KPAI juga mendorong penguatan regulasi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penanganan kasus kekerasan di satuan pendidikan. “Sekolah harus memiliki mekanisme cepat, aman, dan berpihak pada kepentingan terbaik anak agar kasus serupa tidak kembali terjadi,” tegas Bapak Aris.

Di akhir pernyataannya, KPAI menegaskan bahwa setiap anak, baik pelaku maupun korban, berhak memperoleh perlindungan, bimbingan, dan kesempatan untuk pulih. “Kekerasan dan paham ekstremisme bukan hanya persoalan individu, tetapi juga cerminan ekosistem pendidikan yang perlu diperkuat secara menyeluruh—mulai dari keluarga, sekolah, komunitas, hingga ruang digital,” ujar Bapak Aris menutup pernyataannya.

KPAI memastikan telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, pihak sekolah, serta aparat kepolisian untuk memastikan penanganan kasus dilakukan dengan pendekatan perlindungan anak dan pemulihan psikososial, baik terhadap korban maupun pelaku.

Reporter: Ilvan | Redaksi: Kabasurau.co.id

Baca Juga
Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram Surau TV, Klik : WA Grup & Telegram Channel

Bottom Post Ads

Copyright © 2025 - Kabasurau.co.id | All Right Reserved