Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ads

Mengikhlaskan Rindu, Menjaga Hati untuk yang Halal


Rindu adalah fitrah manusia. Ia hadir tanpa diundang, kadang kepada sosok yang tak lagi seharusnya dirindukan. Ada kalanya hati masih terpaut pada masa lalu, meski kenyataannya hubungan itu telah berakhir. Dalam keadaan seperti ini, Islam mengajarkan kita untuk kembali menata hati dan mengarahkan rasa pada jalan yang diridai Allah.

Seorang hamba berdoa, “Ya Allah, ikhlaskan hatiku. Teguhkanlah aku untuk mencintai yang halal bagiku, dan jauhkan aku dari rindu yang tidak semestinya.” Doa ini menjadi cerminan pergulatan batin banyak orang: melepaskan rasa yang tak lagi halal, sembari menanti ketetapan Allah yang lebih baik.

Rindu yang Menjerat, atau Menguatkan?

Rindu yang terus dipelihara kepada yang tak halal bisa menjadi jerat. Ia menguras energi, menutup pandangan, bahkan menjauhkan dari ketenangan iman. Namun jika diarahkan kepada Allah, rindu justru menguatkan. Rindu untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta melahirkan doa, dzikir, dan ketaatan.

Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:

وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ خَيْرٌۭ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ شَرٌّۭ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Dan juga firman-Nya:

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًۭا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّۭا لِّلَّهِ
“Dan orang-orang yang beriman itu sangat besar cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)

Ayat ini mengingatkan bahwa tak semua yang kita inginkan adalah kebaikan, dan tak semua yang pergi berarti kehilangan. Bisa jadi, Allah sedang menyiapkan jalan baru yang lebih mulia.

Hadits Nabi tentang Hati yang Bersih

Rasulullah ﷺ bersabda:

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan pentingnya menjaga hati dari rasa cinta yang salah arah. Hati yang terjaga akan menuntun seluruh amal menuju kebaikan.

Pandangan Ulama Salaf

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah pernah menasihati:
“Jika hatimu terikat dengan sesuatu yang bukan karena Allah, maka itu akan menjadi penyebab kesedihan dan kerugianmu. Ikatlah hatimu hanya kepada Allah, niscaya engkau akan mendapati kebahagiaan.”

Sementara Imam Hasan al-Bashri berkata:
“Janganlah hatimu terlalu terpaut pada makhluk, sebab sesungguhnya ia akan pergi meninggalkanmu. Gantungkan hatimu pada Allah, karena Dialah yang tidak akan pernah meninggalkanmu.”

Kisah pada Zaman Rasulullah ﷺ

Dalam sirah, ada kisah seorang sahabat bernama Martsad bin Abi Martsad al-Ghanawi. Ia pernah mencintai seorang wanita bernama ‘Anaq di Makkah, yang masih musyrik. Ketika ia masuk Islam, ‘Anaq ingin kembali menjalin hubungan dengannya. Namun Martsad menahan diri dan bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang hukum menikahinya. Rasulullah menjawab:

يَا مَرْثَدُ، لَا تَتَزَوَّجْهَا
“Wahai Martsad, janganlah engkau menikahinya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Kisah ini menggambarkan bahwa cinta kepada seseorang bisa jadi kuat, tetapi jika tidak berada di jalan yang diridai Allah, maka seorang mukmin harus berani melepaskannya. Rasulullah ﷺ sendiri meneguhkan hati sahabatnya agar memilih yang halal, bukan sekadar mengikuti rasa.

Menata Hati, Mengikhlaskan Rasa

Mengikhlaskan bukan berarti melupakan sepenuhnya, tapi merelakan takdir Allah bekerja. Ikhlas berarti ridha bahwa Allah Maha Tahu mana yang terbaik. Dalam praktiknya, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  1. Perbanyak doa dan istighfar – jadikan doa sebagai sandaran, bukan rindu semata.

  2. Batasi hal yang memicu rindu – menjaga pandangan, menjaga komunikasi, dan menata lingkungan digital.

  3. Alihkan energi rindu – isi dengan ibadah sunnah, belajar ilmu agama, atau aktivitas bermanfaat.

  4. Bersyukur dan berharap – syukuri yang ada, dan gantungkan harapan hanya kepada Allah.

Menjaga untuk yang Halal

Hati yang ikhlas membuka jalan untuk hadirnya cinta yang halal. Dengan ikhlas, seorang hamba menjaga dirinya dari dosa, dan dengan ikhlas pula ia bersiap menyambut jodoh yang Allah tetapkan.

Doa seorang hamba, “Ya Allah, teguhkanlah hatiku untuk yang halal bagiku, dan jadikan hal itu mendekatkanku kepada-Mu,” adalah doa yang layak terus diulang. Sebab tujuan sejati dari cinta bukan hanya kebersamaan di dunia, melainkan pertemuan kembali dalam ridha Allah di akhirat kelak.

Mengikhlaskan rindu memang berat, namun di balik berat itu ada ketenangan yang menanti. Barangsiapa menjaga hatinya, Allah akan menjaganya dengan cinta yang lebih baik. Karena sejatinya, rindu terindah adalah rindu kepada Allah, dan cinta terkuat adalah cinta yang halal.

Doa Mengikhlaskan Hati

اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي مِنْ كُلِّ تَعَلُّقٍ لَا يُرْضِيكَ، وَثَبِّتْهُ عَلَى حُبِّ مَا أَحْلَلْتَ، وَاجْعَلْهُ قُرْبَةً إِلَيْكَ

Allāhumma ṭahhir qalbī min kulli ta‘alluq lā yurḍīka, wa thabbit-hu ‘alā ḥubbi mā aḥlalta, waj‘alhu qurbatan ilayka.

Artinya: “Ya Allah, sucikanlah hatiku dari segala keterikatan yang tidak Engkau ridhai, teguhkanlah ia pada cinta yang Engkau halalkan, dan jadikanlah cinta itu sebagai jalan mendekatkan diri kepada-Mu.”

Doa Ma’tsur dari Nabi ﷺ

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Yā muqallibal-qulūb, thabbit qalbī ‘alā dīnik.

Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”
(HR. Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Majah)

Kisah Sahabiyah yang Diuji dengan Cinta

Di masa Rasulullah ﷺ, ada seorang sahabiyah bernama Zaynab binti Jahsy radhiyallāhu ‘anhā. Awalnya, beliau menikah dengan Zaid bin Haritsah, seorang sahabat mulia yang juga anak angkat Rasulullah ﷺ. Namun pernikahan itu penuh ujian, tidak sejalan, hingga akhirnya berpisah.

Banyak orang kala itu mungkin memandang perceraian sebagai aib atau kegagalan, tetapi Allah justru memuliakan Zaynab. Setelah itu, Allah ﷻ menikahkan Zaynab langsung dengan Rasulullah ﷺ melalui wahyu-Nya. Zaynab pun menjadi salah satu dari Ummahatul Mukminin (Ibu Kaum Mukminin) yang sangat dimuliakan.

Kisah ini menunjukkan bahwa apa yang tampak pahit hari ini, bisa jadi adalah jalan menuju kemuliaan yang lebih tinggi di sisi Allah. Rasa kehilangan, perpisahan, atau cinta yang tidak kesampaian, semuanya adalah bagian dari takdir Allah yang menyimpan hikmah besar.

Nasihat Ulama Salaf tentang Menjaga Hati

Imam Ibnul Qayyim rahimahullāh berkata:

مَنْ تَعَلَّقَ بِشَيْءٍ غَيْرِ اللهِ عُذِّبَ بِهِ

“Barangsiapa hatinya bergantung pada sesuatu selain Allah, maka ia akan disiksa dengan sesuatu itu.”
(Madarijus Salikin, 1/453)

Perkataan ini menegaskan bahwa cinta yang tidak terjaga akan membuat hati resah dan menderita. Hanya dengan menyerahkan hati sepenuhnya kepada Allah, manusia akan meraih kebahagiaan yang sejati.


Artikel ini pertama kali diterbitkan di www.kabasurau.co.id

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram Surau TV, Klik : WA Grup & Telegram Channel

Bottom Post Ads

Copyright © 2025 - Kabasurau.co.id | All Right Reserved