Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ads

Menghitung Nikmat Allah yang Gagal Aku Fahami


Oleh: Muhammad Okta Ilvan | kabasurau.co.id

Ada masa ketika manusia terdiam di tengah gemuruh dunia. Layar ponsel menyala, rutinitas berjalan, tapi hati terasa hampa.

Dalam keheningan itu, muncul bisikan lembut dari dalam jiwa:
“Sudahkah aku menghitung nikmat Allah hari ini?”

Pertanyaan sederhana yang mengguncang kesadaran.
Sebab, di balik setiap napas, langkah, dan denyut kehidupan — tersimpan ribuan nikmat yang sering tak kita sadari.


Lupa Menghitung Nikmat, Sibuk Menghitung Dunia

Manusia sibuk menghitung angka: penghasilan, pengikut, pencapaian — namun lupa menghitung nikmat yang memberi arti pada semuanya.
Padahal Allah berfirman:

وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.
Sungguh, manusia itu benar-benar sangat zalim dan sangat ingkar (nikmat Allah).”
(QS. Ibrahim: 34)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim:

النِّعَمُ مِنَ اللهِ كَثِيرَةٌ لَا تُحْصَى، وَمَنْ سَعَى فِي عَدِّهَا أَعْيَاهُ الْعَدُّ قَبْلَ أَنْ يَبْلُغَ آخِرَهَا
“Nikmat Allah begitu banyak tak terhitung, siapa yang mencoba menghitungnya, niscaya ia akan letih sebelum sampai pada akhirnya.”


Nikmat yang Tak Selalu Berwujud Manis

Tidak semua nikmat datang dalam bentuk yang menyenangkan.
Terkadang Allah memberi nikmat dalam bentuk ujian — agar hati lebih mengenal-Nya.

وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ خَيْرٌۭ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ شَرٌّۭ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu.
Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 216)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam Madarij as-Salikin:

إِذَا مَنَعَ اللهُ عَنْكَ مَا تَهْوَى، فَلَا تَحْزَنْ، فَلَعَلَّهُ مَنَعَكَ لِيُعْطِيَكَ، أَوِ ابْتَلَاكَ لِيُصْفِيكَ
“Jika Allah menahan sesuatu yang engkau cintai, jangan bersedih. Bisa jadi Dia menahannya untuk memberimu yang lebih baik, atau mengujimu untuk menyucikanmu.”


Hadis: Syukur di Tengah Segala Keadaan

Rasulullah ﷺ bersabda:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Semua urusannya adalah kebaikan baginya.
Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur — maka itu baik baginya.
Jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar — maka itu pun baik baginya.”
(HR. Muslim, no. 2999)

Hadis ini menegaskan: di setiap keadaan, mukmin selalu beruntung.
Karena syukur dan sabar adalah dua sayap yang membuatnya terbang menuju ridha Allah.


Pandangan Ulama Salaf: Syukur Lebih Berat dari Sabar

Sebagian ulama salaf berkata:

الشُّكْرُ عَلَى النِّعْمَةِ أَصْعَبُ مِنَ الصَّبْرِ عَلَى الْبَلِيَّةِ
“Bersyukur atas nikmat lebih berat daripada bersabar atas musibah.”

Sebab, dalam kelapangan hati mudah lalai, sementara dalam kesempitan hati justru kembali.
Maka, menjaga rasa syukur di tengah kelimpahan adalah jihad jiwa yang tak kalah besar dari menahan sabar dalam kesedihan.

Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah pernah berkata:

كُلَّمَا أَصْبَحْتَ فَتَذَكَّرْ أَنَّ اللهَ أَبْقَاكَ لِتَتُوبَ، فَذَلِكَ نِعْمَةٌ عَظِيمَةٌ
“Setiap kali engkau terbangun di pagi hari, sadarlah bahwa Allah masih memberimu kesempatan untuk bertaubat — dan itu nikmat yang amat besar.”


Kisah Umar bin Khattab: Empat Nikmat di Balik Musibah

Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata:

مَا أُصِيبَ عَبْدٌ بِمُصِيبَةٍ إِلَّا وَجَدَ فِيهَا ثَلَاثَ نِعَمٍ: أَنَّهَا لَمْ تَكُنْ فِي دِينِهِ، وَأَنَّهَا لَمْ تَكُنْ أَعْظَمَ مِمَّا كَانَتْ، وَأَنَّ اللَّهَ يُؤْجِرُهُ عَلَيْهَا إِنْ صَبَرَ
“Tidaklah seorang hamba tertimpa musibah, melainkan ia akan menemukan tiga nikmat di dalamnya: musibah itu tidak menimpa agamanya, tidak lebih besar dari yang seharusnya, dan Allah menjanjikan pahala jika ia bersabar.”

Beginilah para salaf memandang dunia — bukan dengan keluh, tapi dengan pandangan syukur.


Menghitung dengan Hati, Bukan dengan Angka

Ketika seseorang menulis,

“Sedang menghitung nikmat Allah yang gagal aku fahami ”,
itu bukan tanda kelemahan — melainkan tanda kesadaran.
Kesadaran bahwa manusia terlalu kecil untuk memahami seluruh cinta Allah,
namun cukup besar untuk bersyukur atas setiap detiknya.

Mulailah menghitung bukan dengan jari, tapi dengan hati:

  • Satu untuk napas yang belum berhenti,

  • Satu untuk iman yang masih bertahan,

  • Satu untuk kesempatan taubat yang terus dibuka oleh-Nya.


Penutup: Ketika Hati Belajar Memahami Nikmat

Nikmat Allah tidak akan pernah selesai dihitung.
Yang bisa kita lakukan hanyalah terus belajar menyadari dan mensyukurinya, dalam sabar dan dalam sujud.

Allah berfirman:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan:
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu,
tetapi jika kamu kufur, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(QS. Ibrahim: 7)

Maka jangan bersedih jika engkau belum mampu memahami seluruh nikmat Allah,
karena justru dalam kebingungan itu — iman sedang bertumbuh. 

Artikel ini pertama kali diterbitkan di www.kabasurau.co.id

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram Surau TV, Klik : WA Grup & Telegram Channel

Bottom Post Ads

Copyright © 2025 - Kabasurau.co.id | All Right Reserved